Pengelolaan Sumber Daya Lahan Spasial dan Peningkatan Kapasitas Di Bidang Penyusunan Neraca Sumber Daya Lahan Spasial Kota Surakarta

A.      Pendahuluan

Tidak dapat dipungkiri bahwa sumber daya lahan merupakan salah satu modal yang perlu dikembangkan dan dioptimalkan untuk menunjang pengembangan suatu wilayah. Namun, pemanfaatan sumber daya lahan tersebut harus memperhatikan konservasi dan upaya untuk kelestarian fungsi ekosistemnya. Untuk mendukung keberhasilan usaha tersebut, perlu diketahui lokasi keterdapatannya dengan pasti potensi dan kondisi sumber daya yang ada di suatu wilayah, sehingga dapat dibuat perencanaan yang tepat dalam pengembangan wilayah tersebut. Ketidakharmonisan dan ketidaksesuaian tataguna lahan dengan fungsi ruang serta potensi lahannya, dapat mengganggu stabilitas sumber daya alam dan lingkungan (resources and environmental stability).
Salah satu alternatif caranya yaitu melalui penyusunan neraca sumber daya lahan berbasis spasial. Sumber daya lahan menurut SNI 19-6728.3-2002 merupakan potensi dari sistem ruang yang mengandung unsur-unsur lingkungan fisik, kimia, dan biologis yang saling berinteraksi terhadap tata guna lahan. Sistem ruang peranan lahan dalam salah satu sumber daya alam dilihat dari manfaatnya sebagai ruang untuk tempat tinggal (fisik, ekologis), media atau tempat pertumbuhan tanaman (fisik, kimia, dan biologis), wadah bahan galian/bahan mineral (fisik dan kima).
Dalam Neraca sumber daya lahan terdapat informasi mengenai besarnya sumber daya/cadangan lahan yang dinyatakan dalam aktiva, dan jumlah lahan yang telah dimanfaatkan yang dinyatakan dalam pasiva sehingga perubahan cadangan dapat diketahui besarnya sisa cadangan yang dinyatakan dalam saldo dalam suatu daerah dan dalam suatu kurun waktu. Neraca sumber daya lahan memperhitungkan degradasi sumber daya lahan akibat pemanfaatan lahan yang diperhitungkan masuk dalam penggunaan lahan (pasiva). Neraca sumber daya lahan pada suatu daerah total luasannya tidak berubah, dan hanya luasan perubahan fungsi lahan dan nilai lahan. Neraca sumber daya lahan memperperhitungkan pula nilai lahan dalam Rupiah baik dalam aktiva maupun pasiva yang kesemuanya dapat dikonversikan dalam nilai rupiah sesuai harga terbaru yang berlaku dari waktu ke waktu sesuai dengan tahun anggaran (APBD) kabupaten. Selain informasi tersebut, hal yang penting lainnya adalah adanya informasi spasial atas persebaran lokasi sumber daya alam tersebut di suatu wilayah dengan demikian, neraca sumber daya alam yang disusun juga bersifat spasial/keruangan.



B.      Tinjauan Tipologi dan Kapasitas Sumber Daya Lahan Kota Surakarta

B.1 Kondisi Geografis Kota Surakarta
Kota Surakarta secara geografis terletak antara 110045’15” dan 110045’35“ Bujur Timur dan antara 7036’ dan 7056’ Lintang Selatan. Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Pulau Jawa bagian tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta. Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan ”Kota Solo”, secara geografis terletak pada cekungan di antara dua gunung berapi yaitu Lawu di sebelah timur dan gunung Merapi di sebelah barat, sehingga topografis relatif rendah dengan ketinggian rata-rata 92 m di atas permukaan laut dan berada pada pertemuan Sungai Pepe, Jenes dan Bengawan Solo.

B.2 Topografi Kota Surakarta
Berdasarkan kondisi topografi atau ketinggian wilayah Kota Surakarta secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian, sebagai berikut :
·         Kota Surakarta terletak pada ketinggian antara 80 – 130 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan kemiringan lahan angtara 0 % sampai 15 %.
·         Kota Surakarta terletak diantara 2 gunung berapi yaitu Gunung Lawu (Kabupaten Karanganyar)disebelah timur dan Gunung Merapi serta Merbabu sebelah barat. Dengan posisi demikian maka Kota Surakarta termasuk sebagai wilayah cekungan air.
·         Dibagian timur dan selatan Kota Surakarta mengalir Sungai Bengawan Solo yang menjadi batas fisik administrasi dengan Kabupaten Karanganyar serta Kabupaten Sukoharjo.

B.3 Struktur Tanah Kota Surakarta
Persebaran tanah di lokasi penelitian ditunjukkan oleh Peta Tanah Tinjau skala 1 : 250.000 yang disusun oleh Supraptoharjo dkk (1966) dalam Baiquni (1988 : 32). Berdasarkan Peta Tanah Tinjau tersebut, macam tanah di lokasi penelitian meliputi :
·         Assosiasi Grumusol Kelabu Tua dan Mediteran Coklat Kemerahan.Tanah ini merupakan kombinasi campuran antara tanah grumusol kelabu tua dan mediteran coklat kemerahan. Bahan induknya adalah tuf vulkan alkali basis dengan fisiografi vulkan. Di Kota Surakarta jenis tanah ini berada di bagian utara kota.
·         Mediteran Coklat Tua.Tanah ini berada di bagian timur laut Kota Surakarta, bahan induknya adalah tuf vulkan intermediair dan berada pada fisiografi vulkan dan bukit lipatan.
·         Aluvial Coklat Kekelabuan.Tanah ini berada di tepi Bengawan Solo, bahan induknya adalah endapan liat yang menempati fisiografi dataran. Tanah ini termasuk jenis tanah aluvial yang salah satu sifatnya tergantung dari asal tanah itu diendapkan sehingga kesuburannya ditentukan oleh keadaan bahan asalnya.
·         Regosol Kelabu.Tanah ini berada di bagian barat dan selatan Kota Surakarta bahan induknya tanah ini adalah abu/pasir vulkan intermidiair yang menempati fisiografi vulkan.

B.4 Kondisi Hidrogeologi Kota Surakarta
Kondisi Hidrogeologi di Kota Surakarta berdasarkan kedalaman akuifer yang ada di Kota Surakarta, maka dapat dibagi benjadi 2 (dua) bagian, yaitu :
·         Akifer dangkal, kedalaman akuifer antara 2 sampai 23 m dibawah muka tanah setempat (mbmt) dengan ketebalan antara 5 sampai 23 m. Di bagian tengah Kota Surakarta akuifer dangkal disusun oleh pasir tufan, dan pasir hasil lapukan endapan vulkanik dengan kedalaman antara 2,7 sampai 69,4 mbmt.
·         Air tanah dangkal, mendapat imbuhan langsung dari curah hujan sekitar1.015 juta m³/tahun. Kedalaman muka air tanah tahun 1999 berkisar antara 2 sampai 23,5 mbmt. Di bagian tengah sampai selatan, kedalaman air tanah kurang dari 10 mbmt, sedangkan kedalaman air tanah di bagian utara mencapai 69 mbmt. Fluktuasi air tanah berkisar antara 1 sampai 5 m.
Di samping itu, di Kota Surakarta terdapat beberapa badan air yang semuanya bermuara di Sungai Bengawan Solo.

B.5 Klimatologi Kota Surakarta
Wilayah Kota Surakarta memiliki iklim muson tropis dengan banyaknya curah hujan pada tahun 2010 sebesar 3.408 mm dan rata-rata hari hujan sebanyak 16 hari/tahun. Bulan basah berlangsung antara bulan September sampai dengan bulan Maret, sedangkan bulan kering berlangsung antara bulan April sampai dengan bulan Agustus (berdasarkan data BPS Tahun 2010).

B.4 Perekonomian Kota Surakarta
Kondisi Perekonomian Kota Surakarta dapat diketahui melalui besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Surakarta pada tahun 2010 berdasarkan harga berlaku sebesar Rp 9.941.136.560.000,- dengan nilai PDRB Per Kapita sebanyak Rp 19.908.672,03. Sementara Nilai PDRB Kota Surakarta tahun 2010 berdasarkan harga konstan tahun 2000 sebesar Rp 5.103.886.240.000,- atau dengan nilai PDRB Per Kapita sebanyak Rp 10.221.325,97. PDRB Kota Surakarta pada tahun 2011 berdasarkan harga berlaku sebesar Rp 10.992.971.190.000,- atau dengan nilai PDRB Per Kapita sebanyak Rp 21.984.535,37. Nilai PDRB Kota Surakarta tahun 2011 berdasarkan harga konstan tahun 2000 sebesar Rp 5.411.912.320.000,- atau dengan nilai PDRB Per Kapita sebanyak Rp 10.823.131,95. Berdasarkan data yang ada, maka terdapat kenaikan nilai PDRB Kota Surakarta menurut Lapangan Usaha atas dasar harga berlaku sebesar 10,58%. Sedangkan kenaikan nilai PDRB Kota Surakarta menurut Lapangan Usaha atas dasar harga konstan sebesar 6,04%.

B.5 Sumber Daya Manusia Kota Surakarta
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, pada tahun 2013 Penduduk Kota Surakarta mencapai 586.978 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk kota Surakarta pada tahun 2013 mencapai 13.328 jiwa/km2.
No
Kecamatan
Luas Wilayah(km2)
Laki-Laki (Jiwa)
Perempuan (Jiwa)
Jumlah
Rasio Jenis Kelamin
Tingkat Kepadatan (Jiwa/km2)
1
Laweyan
8,64
53.712
55.86
109.572
96,15
12.682
2
Serengan
3,19
29.885
31.072
60.957
96,18
19.109
3
Pasar Kliwon
4,82
44.329
46.167
90.496
96,02
18.775
4
Jebres
12,58
73.251
74.305
147.556
98,58
11.729
5
Banjarsari
14,81
88.069
90.328
178.397
97,50
12.046

Jumlah
44,04
289.246
297.732
586.978
97,15
13.328
Tabel.1 Tabel data kependudukan Kota Surakarta (Sumber : Surakarta dalam angka 2014)
Jumlah penduduk usia 5 tahun keatas di Kawasan I Kota Surakarta menurut pendidikan pada tahun 2013 sebanyak 176.236 jiwa. Tingkat pendidikan paling banyak di Kawasan I Kota Surakarta adalah penduduk Tamatan SLTA yaitu sebanyak 37.515 jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang tidak sekolah sebanyak 13.319 jiwa.Penduduk yang berpendidikan tamat akademi/perguruan tinggi di Kawasan I Kota Surakarta sebanyak 18.606 jiwa (Sumber : BPS dalam Angka 2014). Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah penduduk dengan pendidikan lebih tinggi dari SLTA sejumlah 56.121 jiwa dari total 586.978 jiwa jumlah penduduk atau 9.56 % dari total jumlah penduduk Kota Surakarta.
Jumlah Penduduk Kawasan I Kota Surakarta menurut mata pencaharian pada tahun 2013 sebanyak 159.406 jiwa.Mata pencaharian yang paling sedikit digeluti oleh masyarakat di Kawasan I Kota Surakarta adalah sebagai petani yaitu sebanyak 4 jiwa. Penduduk yang bekerja sebagai pengusaha sebanyak 7.006 jiwa, penduduk yang bekerja sebagai buruh industri sebanyak 25.121 jiwa, penduduk yang bekerja sebagai buruh bangunan sebanyak 15.070 jiwa, penduduk yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 15.722 jiwa, penduduk yang bekerja di sektor angkutan sebanyak 8.966 jiwa, penduduk yang bekerja sebagai PNS/ TNI/POLRI sebanyak 3.988 jiwa (Sumber : BPS dalam Angka 2014).
B.6 Penguasaan Lahan Kota Surakarta
kondisi penguasaan tanah yang ada di Kota Surakarta dapat dilihat pada Tabel 2.
No
Gambaran Umum Penguasaan Tanah
Luas (ha)
% Luas Wilayah
1
Hak Guna Bangunan (HGB)
159,56
3,41
2
Hak Milik (HM)
3.825,78
81,78
3
Hak Pakai (HP)
578,99
12,38
4
Hak Pengelolaan (HPL)
37,10
0,79
5
sungai
76,60
1,64

Jumlah
4.678,02
100
Tabel 2.  Gambaran Penguasaan Tanah Kota Surakarta  Tahun 2012. (Sumber : Kanwil BPN Jateng 2012)
Berdasarkan Tabel 2. di atas, dapat dilihat bahwa kondisi penguasaan tanah di Kota Surakarta sebagian besar merupakan Tanah hak UUPA, yaitu 4.061,42 Ha atau sebesar 98,36 % dari luas keseluruhan wilayah Kota Surakarta. Tanah yang termasuk ke dalam tanah hak UUPA ini meliputi tanah-tanah dengan jenis penguasaan berupa Hak Milik (HM), Hak Pakai (HP), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pengelolaan (HP). Adapun penyebaran dari masing-masing tanah dengan jenis penguasaan tersebut adalah sebagai berikut:
1.            Hak Milik seluas 3.825,78 Ha (81,78%), terdapat di seluruh wilayah Kota Surakarta;
2.            Hak Pakai seluas 578,99 Ha (12,38 %), terdapat di seluruh wilayah Kota Surakarta;
3.            Hak Guna Bangunan seluas 159,56 Ha (3,41 %), terdapat di seluruh wilayah Kota Surakarta;
4.            Hak Pengelolaan seluas 37,10 Ha (0,79 %), terdapat di Kecamatan Jebres;

B.7 Analis Perubahan Sumber daya lahan Kota Surakarta
Analisis perubahan penggunaan tanah berfungsi untuk mengetahui luas dan lokasi perubahan penggunaan tanah, maupun kecenderungan perkembangan aktifitas masyarakat suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Menurut Hasil Analisis Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah, 2012 setelah mengalami perkembangan pembangunan selama 6 (Enam) tahun ke depan (tahun 2012), kondisi penggunaan tanahnya masih tetap didominasi oleh penggunaan tanah perumahan tidak teratur, terjadi kenaikan seluas 32,76 Ha. Sedangkan pertanian tanah basah mengalami penurunan seluas 49,53 hal ini terjadi karena banyak beralih fungsi menjadi jasa pendidikan, perdagangan umum, perumahan teratur, perumahan tidak teratur, tanah kosong dan pertanian tanah kering. Dalam kurun waktu 6 tahun (antara tahun 2006 sampai dengan tahun 2012), kondisi penggunaan tanah di wilayah Kota Surakarta telah mengalami perubahan diantaranya:
·         Akomodasi dan rekreasi, mengalami kenaikan seluas 4,51 Ha (6,27%), pada tahun 2006 seluas 68,87 Ha dan pada tahun 2012 seluas 73,39 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari mengalami kenaikan seluas 4,34 Ha, dan Kecamatan Laweyan seluas 0,17 Ha,
·         Industri non pertanian, tetap seluas 5,30 Ha;
·         Industri pengolah pertanian, tetap seluas 60,58 Ha;
·         Instalasi, mengalami penurunan seluas 1,47 Ha (2,04%), yaitu pada tahun 2006 seluas 4,91 Ha tahun 2012 menjadi 3,44 Ha, terjadi di Kecamatan Laweyan seluas 1,47 Ha;
·         Jasa kesehatan, mengalami kenaikan seluas 0,98 Ha (1,36%) dari tahun 2006 seluas 32,27 Ha tahun 2012 menjadi 33,25 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 0,98 Ha;
·         Jasa pelayanan umum, mengalami penurunan seluas 0,98 Ha. Dapat dilihat pada tahun 2006 seluas 92,06 tahun 2012 menjadi 91,08 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 0,98 Ha;
·         Jasa pemerintahan, mengalami kenaikan seluas 2,58 Ha. Tahun 2006 seluas 66,7 Ha, tahun 2012 menjadi 69,36 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 0,91 Ha. dan Kecamatan Jebres seluas 1,66 Ha;
·         Jasa pendidikan, mengalami penurunan seluas 0,61 Ha. Tahun 2006 menunjukan seluas 258,33 Ha tahun 2012 tanah berkurang menjadi 257,71 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 0,91 Ha;
·         Jasa peribadatan, tetap seluas 8,60 Ha;
·         Lembaga usaha, tetap seluas 8,58 Ha;
·         Makam, tetap seluas 84,44 Ha;
·         Pasar, mengalami kenaikan seluas 1,23 Ha. Pada tahun 2006 seluas 25,54 Ha tahun 2012 menjadi 26,77 Ha, terjadi di Kecamatan Pasar Kliwon seluas 1,23 Ha;
·         Perbengkelan, mengalami kenaikan seluas 3,18 Ha. Thun 2006 seluas 1,61 Ha tahun 2012 menjadi 4,79 Ha, terjadi di kecamatan Jebres seluas 3,18 Ha;
·         Perdagangan umum, mengalami kenaikan seluas 7,51 Ha, dapat dlilihat pada tahun 2006 seluas 155,49 Ha tahun 2012 menjadi seluas 163 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 0,74 Ha, Kecamatan Jebres seluas 1,23 Ha, Kecamatan Laweyan seluas 2,93 Ha, dan Kecamatan Serengan seluas 2,61 Ha;
·         Pergudangan, tetap seluas 31,59 Ha;
·         Pertanian tanah basah, mengalami penurunan seluas 35,68 Ha. Tahun 2006 seluas 187,04 Ha tahun 2012 menjadi seluas 151,36 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 11,07 Ha, Kecamatan Jebres seluas 0,45 Ha, dan Kecamatan Laweyan seluas 24,17 Ha;
·         Pertanian tanah kering, mengalami penurunan seluas 11,98 Ha. Tahun 2006 seluas 221 Ha tahun 2012 menjadi 209,01 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 4,78 Ha, Kecamatan Jebres seluas 9,15 Ha;
·         Perumahan teratur, mengalami kenaikan seluas 6,08 ha. Tahun 2006 seluas 75,62 Ha tahun 2012 seluas 81,70 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 1,77 Ha, dan Kecamatan Jebres seluas 4,31 Ha;
·         Perumahan tidak teratur, mengalami kenaikan 32,76 Ha. Tahun 2006 seluas 3.095,26 menjadi 3.128,03 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 14,18 Ha, Kecamatan Jebres seluas 3,40 Ha, Kecamatan Laweyan seluas 13,75 Ha dan Kecamatan Pasar Kliwon seluas 1,43 Ha;
·         Peternakan, tetap seluas 0,62 Ha;
·         Prasarana transportasi, tetap seluas 39,48 Ha;
·         Sungai¸ tetap seluas 76,60 Ha;
·         Taman kota, tetap seluas 18,56 Ha;
·         Tanah kosong¸ mengalami penurunan seluas 8,11 Ha. Tahun 2006 menunjukkan 58,88 Ha tahun 2012 menjadi seluas 50,78 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 5,70 Ha, Kecamatan Jebres seluas 4,18 Ha, Kecamatan Laweyan seluas 3,91 Ha, Kecamatan Pasar Kliwon seluas 2,26 Ha dan Kecamatan Serengan seluas 2,61 Ha.
Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2012 telah terjadi perubahan terbesar pada pertanian tanah basah mengalami menjadi jasa pendidikan, perdagangan umum, perumahan teratur, perumahan tidak teratur, tanah kosong dan pertanian tanah kering. Rekapitulasi Perubahan Penggunaan Tanah Kota Surakarta Tahun 2006 – 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
No
Penggunaan Tanah
Luas (ha)
Perubahan Penggunaan Tanah
Tahun 2006
Tahun 2012
luas (ha)
% Peru-bahan
Rata-rata/tahun (ha)
1
Akomodasi Dan Rekreasi
68,87
73,39
-4,51
-6,27
-0,90
2
Industri Non Pertanian
5,30
5,30
0,00
0,00
0,00
3
Industri Pengolahan Pertanian
60,58
60,58
0,00
0,00
0,00
4
Instalasi
4,91
3,44
1,47
2,04
0,29
5
Jasa Kesehatan
32,27
33,25
-0,98
-1,36
-0,20
6
Jasa Pelayanan Umum
92,06
91,08
0,98
1,36
0,20
7
Jasa Pemerintahan
66,79
69,36
-2,58
-3,58
-0,52
8
Jasa Pendidikan
258,33
257,71
0,61
0,85
0,12
9
Jasa Peribadatan
8,60
8,60
0,00
0,00
0,00
10
Lembaga Usaha
8,58
8,58
0,00
0,00
0,00
11
Makam
84,44
84,44
0,00
0,00
0,00
12
Pasar
25,54
26,77
-1,23
-1,71
-0,25
13
Perbengkelan
1,61
4,79
-3,18
-4,41
-0,64
14
Perdagangan Umum
155,49
163,00
-7,51
-10,42
-1,50
15
Pergudangan
31,59
31,59
0,00
0,00
0,00
16
Pertanian Tanah Basah
187,04
151,36
35,68
49,53
7,14
17
Pertanian Tanah Kering
221,00
209,01
11,98
16,64
2,40
18
Perumahan Teratur
75,62
81,70
-6,08
-8,44
-1,22
19
Perumahan Tidak Teratur
3.095,26
3.128,03
-32,76
-45,48
-6,55
20
Peternakan
0,62
0,62
0,00
0,00
0,00
21
Prasarana Transportasi
39,48
39,48
0,00
0,00
0,00
22
Sungai
76,60
76,60
0,00
0,00
0,00
23
Taman Kota
18,56
18,56
0,00
0,00
0,00
24
Tanah Kosong
58,88
50,78
8,11
11,25
1,62
Tabel 3. Tabel perubahan penggunaan lahan Kota Surakarta (Sumber : Kanwil BPN Jateng 2012)



C.      Analisis isi Materi SNI Sumber Daya Lahan

Berikut ini adalah tabel hasil analisis isi terhadap materi SNI 19-6728.3-2002 mengenai sumber daya lahan spasial.

Kajian Terhadap Materi SNI Sumber daya Lahan Spasial

(content Analisis)
No

SNI Sumber daya Lahan Spasial
Catatan Terhadap isi SNI
1
Tujuan
Meningkatkan kualitas neraca sumber daya alam spasial yang disusun masing-masing instansi yang bertanggung jawab terhadap program tersebut
Tujuan penyusunan neraca sumber daya lahan Kota Surakarta adalah untuk memperoleh gambaran dan perimbangan mengenai penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta, untuk digunakan sebagai bahan masukan di dalam; (1)Perencanaan kegiatan dan pengendalian pembangunan wilayah; (2) Penyusunan dan revisi rencana tata ruang wilayah; (3) Perumusan kebijakan dan pelaksanaan penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan lahan dengan rencana tata ruang kota
2
Komponen lahan yang dihitung luasnya
penggunaan lahan, status penguasaan lahan, kawasan lindung dan kawasan budidaya
Perlu inventarisasi dan pemuktahiran data-data penggunaan lahan, status penguasaan lahan, kawasan lindung dan kawasan budaya secara berkala untuk mempermudah penyusunan neraca sumber daya lahan spasial.
3
Komponen Penggunaan lahan
komponen penggunaan lahan terdiri atas macam variabel data dengan klasifikasi yang utama terdiri atas : lahan pemukiman, sawah, pertanian lahan kering,kebun, perkebunan,pertambangan, industri dan pariwisata, perhubungan, lahan berhutan, lahan terbuka,padang, perairan darat.
Perlu koordinasi dengan dinas-dinas terkait dalam inventarisasi data-data pendukung mengenai klasifikasi penggunaan lahan. Dan perlu sumber daya manusia yang mampu mengolah data-data tersebut dan menampilkan data-data tersebut dalam bentuk peta tematik.
4
Komponen Penguasaan Lahan
komponen penguasaan lahan terdiri atas : Tanah Negara dan Tanah Negara dibebani HakPakai, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pengelolaan dan Hak Milik,
Perlu koordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional di daerah untuk mendapatkan data-data pendukung mengenai penguasaan lahan.
5
Komponen Kawasan Lindung dan Budidaya
Klasifikasi kawasan lindung dan budidaya mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 yaitu (a) kawasan lindung : kawasan yang berfungsi lindung,(b) kawasan budidaya : kawasan diluar kawasan lindung yang bisa dibudidayakan.
Kegiatan dimulai dengan inventarisasi penggunaan lahan yang aktual pada kawasan budidaya dan kemungkinan berkembang pada kawasan lindung.
6
Metode Penyusunan Neraca Sumber daya lahan
Untuk mendapatkan hasil akhir penyusunan neraca sumber daya lahan spasial dilaksanakan melalui tahap-tahap pengumpulan data, analisis dan evaluasi atau penyusunan neracanya, dan tahap penyusunan peta tematik neraca sumber daya lahan.
1. Pada tahap pengumpulan data sumber daya lahan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dapat didapatkan dengan metode penginderaan jauh dalam dua periode pemotretan. Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data awal dan data terakhir penggunaan lahan . Oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam pengolahan citra digital dan perangkat keras komputer yang mumpuni. Pengumpulan data sekunder dapat menggunakan data pokok pembangunan daerah dengan kompilasi dan penyesuaian pada format, skala, dan klasifikasi neraca sumber daya lahan.



2. Pada tahap pengolahan data analisis neraca sumber daya lahan spasial menggunakan metode overlay. Oleh karena itu memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dalam penggunaan software ArcGIS , dan juga diperlukan ketersediaan perangkat komputer dengan spesifikasi yang mumpuni. Analisis dan evaluasi sumber daya lahan tersebut dihitung dalam satuan areal luasan (ha) maupun dalam perhitungan prosentase (%), termasuk perhitungan degradasi sumber daya lahan. Evaluasi mengarah pada pemecahan masalah dan rekomendasi bagi perencanaan pembangunan. Evaluasi lebih lanjut kearah nilai sumber daya lahan, apabila sumber daya tersebut telah dihitung dengan nilai rupiah (Rp)
7
Metode pengisian tabel
Neraca sumber daya lahan disusun dengan cara analisis dan evaluasi hasil inventarisasi data yang mencakup dua periode penyusunan, sehingga dapat diketahui yaitu satu bentuk tabel yang menyatakan aktiva pada kolom sebelah kiri, dan menyatakanperubahannya. Secara diskriptif neraca sumber daya lahan disajikan dalam format tabel skontro sebelah menyebelah pasiva pada kolom sebelah kanan.
Sebelum dilakukan pengisian tabel perlu dilakukan cek lapangan terlebih dahulu karena peta hasil overlay masih mungkin terjadi kesalahan-kesalah geometris maupun tabular. Oleh karena itu diperlukan peralatan seperti GPS navigasi untuk menentukan koordinat titik sampel dan juga perangkat kamera sebagai alat dokumentasi.
8
Sistematika penulisan buku
Penulisan buku neraca sumber daya lahan spasial terdiri dari 3 buah buku yaitu; (1) ringkasan eksekutif; (2) Laporan Utama; (3) Peta-peta
Dalam tahan penulisan ini diperlukan sumber daya manusia yang teliti dan mampu membuat laporan dengan baik. Perlu juga perangkat keras seperti komputer, printer, dan plotter untuk mencetak peta-peta tematik ukuran besar.
9
Penyajian Data Spasial
Penyajian data spasial dan peta harus mengikuti ketentuan yang tercantum dalam SNI 19-6728.3-2002
Dalam penyusunan data spasial diperlukan sumber daya manusia yang kompeten dan memahami kaidah kartografis yang baik. Selain itu juga dibutuhkan peta dsar, untuk skala kabupaten/kota dapat menggunakan peta rupa bumi Indonesia skala 1:50.000 sebagai peta dasar.





D.      Analisis Peningkatan Kapasitas Daerah Di Bidang Penyusunan Neraca Sumber daya Lahan

Pengembangan kapasitas adalah suatu kemampuan umum untuk melaksanakan sesuatu. UNDP mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan (kemampuan memecahkan masalah) yang dimiliki seseorang, organisasi, lembaga dan masyarakat secara perorangan atau secara kolektif melaksanan fungsi, memecahkan masalah, serta menetapkan dan mencapai tujuan (UNDP,2006). United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan pengembangan kapasitas sebagai suatu proses yang dialami oleh individu, kelompok, organisasi, lembaga dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka agar dapat: 1) melaksanakan fungsi-fungsi essensial, memecahkan masalah, menetapkan dan mencapai tujuan, dan 2) mengerti dan menangani kebutuhan pengembangan diri mereka dalam suatu lingkungan yang lebih luas secara berkelanjutan (CIDA, 2000). 
Dalam konteks ini yang dimaksudkan dengan kapasitas daerah adalah kapasitas kelembagaan yang mencakup struktur kelembagaan, pemahaman dan perhatian terhadap neraca sumber daya lahan, dan kebijakan dan program dalam rangka pengelolaan sumber daya lahan yang disusun dan dilaksanakan di Kota Surakarta untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Salah satu faktor kunci dalam pengembangan kapasitas adalah pembelajaran. Pembelajaran terjadi pada tingkat individu aparatur dan tingkat organisasi pemerintahan. Pengembangan kapasitas adalah suatu proses yang berlangsung dalam jangka panjang secara berkesinambungan dimana orang-orang belajar untuk lebih capable (lebih mampu melaksanakan pekerjaannya). 
Tantangan terhadap pengembangan kapasitas adalah bagaimana bekerja dalam suatu organisai pemerintahan dengan karakter individu yang beragam. Oleh karena itu perlu adanya kompetensi standar yang harus dimiliki setiap aparatur pemerintahan agar dapat melaksanakan proses penyusunan neraca sumber daya lahan. Kapasitas aparatur yang ingin dikembangkan dalam bidang penyusunan neraca sumber daya lahan mencakup kapasitas:
·         Memiliki latar belakang pendidikan di bidang geografi dan spasial dan juga memiliki kompetensi dalam bidang penginderaan jauh dan sistem informasi geografis.
·         Kemampuan dalam mengakses informasi, teknologi baru, sumber daya, serta keterampilan dan pengetahuan megenai neraca sumber daya lahan.
·         Kemampuan dalam menganalisis situasi, mengidentifikasi masalah yang dihadapi serta potensi sumber daya lahan yang dimiliki daerah.
·         Kemampuan dalam merencanakan anggaran, mengelola dan melaksnakan program penyusunan neraca sumber daya lahan secara iterative dan bukan sebagai sebuah proyek.
·         Kemampuan dalam memonitor dan mengevaluasi proses dan hasil penyusunan neraca sumber daya lahan.
·         Kemampuan dalam mengorganisasikan dan memobilisasi sumber daya manusia yang  terlibat dalam penyusunan neraca sumber daya lahan.
·         Kemampuan dalam Membuat keputusan dan berpartisipasi dalam proses penyusunan neraca sumber daya lahan.
·         Kemampuan dalam membangun kerjasama dengan pihak-pihak terkait dan mengembangkan berbagai kegiatan dalam proses penyusunan neraca sumber daya lahan.
·         Kemampuan dalam mengatasi konflik.
·         Kemampuan dalam mengembangkan kepercayaan diri.
Selain peningkatan kapasitas dalam hal sumber daya manusia hal lain yang perlu dalam penyusunan neraca sumber daya lahan adalah kelengkapan data-data pendukung dan data-data pendukung tersebut harus dikumpulkan secara berkala sehingga dapat diketahui potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya. Data-data tersebut disusun dengan ketentuan sebagai berikut :
·         Setiap komponen lahan dibuat tabel inventarisasi data sumber daya lahan, dan neraca sumber daya lahan, serta analisis penggunaan lahan dengan status penguasaan lahan, penggunaan lahan pada kawasan lindung dan budidaya.
·         Komponen penggunaan lahan terdiri atas macam variabel data dengan klasifikasi yang utama terdiri atas : lahan pemukiman, sawah, pertanian lahan kering, kebun, perkebunan, pertambangan, industri dan pariwisata, perhubungan, lahan berhutan, lahan terbuka, padang, perairan darat.
·         Klasifikasi bersifat terbuka artinya masing-masing data dapat berkembang sesuai dengan tingkat kedetilan pada peta penyebaran.
·         Perlu dianalisa mengenai nilai rupiah dari nilai ekonomi sumber daya lahan , nilai degradasi sumber daya lahan spasial diperhitungkan pada keadaan akhir (pasiva) penyusunan neraca sumber daya lahan.
·         Penyusunan neraca sumber daya lahan spasial disusun dalam data dua periode kurun waktu, minimal perubahan 6 bulan untuk daerah urban, klasifikasi harus sama.
·         Penyusunan neraca sumber daya lahan spasial disusun sesuai dengan kebutuhan, terutama pada perubahan lahan yang cepat, dan ketersediaan anggaran.
·         Untuk mendukung analisis neraca sumber daya lahan perlu disiapkan peta dasar, dapat menggunakan peta rupabumi Indonesia skala 1 : 25.000


Untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam  penyusunan neraca sumber dayalahan maka perlu dibentuk standar operasi prosedur (SOP) yang harus dikerjakan oleh aparatur pemerintahan dan menjadi tugas pokok bagi aparatur tersebut. Dengan demikian neraca sumber daya lahan akan disusun secara iteratif karena merupakan tugas sehari-hari aparatur tersebut. Untuk memudahkan dalam penyusunan neraca sumber daya lahan maka dapat menggunakan sistematika seperti yang terlihat dalam diagam alir berikut:













Gambar.1.Diagram alir penyusunan neraca sumber daya lahan spasial
Dengan adanya diagram alir ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas daerah dalam penyusunan neraca sumber daya lahan spasial. Dalam diagram alir tersebut proses penyusunan neraca sumber daya lahan  spasial dibagi menjadi beberapa tahap yaitu ; (1)  Penyusunan neraca sumber daya lahan sementara yang diperoleh dari hasil overlay antara peta penggunaan lahan yang digunakan sebagai peta  aktiva dan pasiva; (2) Penentuan titik sampel ; (3) tahap survey lapangan untuk pengecekan kebenaran peta tentatif terhadap kondisi lapangan; (4) Tahap pasca lapangan yang meliputi kegiatan pengolahan dan analisis data neraca sumber daya lahan berdasarkan hasil observasi dan uji sampel lapangan; (5) Penyajian data dan laporan hasil penyusunan neraca sumber daya lahan .
E. Rangkaian Program Kegiatan Untuk Mendukung Penyusunan Neraca Sumber daya Lahan Daerah

Neraca sumber daya lahan menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya lahan dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Dalam penyusunan neraca sumber daya lahan memerlukan sumber daya manusia yang kompeten, faktor sumber daya manusia ini menyangkut dalam segi jumlah dan kualitas. Masalah yang sering muncul adalah unit yang bertugas untum menyusun neraca sumber daya lahan diisi oleh pegawai yang tidak memiliki latar belakang pendidikan geografi sebagai pengetahuan dasar yang diperlukan dalam pengelolaan sumber daya lahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal ; (1) belum ada kebijakan rekrutmen pegawai yang berlatar belakang pendidikan geografi; (2) walaupun pegawai tersebut bukan berlatar belakang geografi akan tetapi mereka dianggap mampu menjalankan/melaksanakan tugas dengan modal diklat dan bimbingan; (3) adanya kebijakan pimpinan. Untuk mengembangkan kapasitas sumber daya manusia Pemerintah Daerah yang mendukung penyusunan neraca sumber daya lahan perlu dibuat rangkaian program.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna menanggulangi permasalahan sumber daya manusia dan mendukung peningkatan pengelolaan keuangan daerah adalah dengan pengembangan kapasitas SDM Daerah dalam penyusunan neraca sumber daya lahan adalah :
·         Melakukan bimbingan melalui diklat dan non diklat terhadap SDM yang telah ada. Pengembangan kapasitas melalui diklat dan non diklat bertujuan, antara lain: (1) meningkatkan pemahaman dan kemampuan SDM aparatur dalam menyusun neraca sumber daya lahan; (2) melakukan pelatihan yang berlanjut guna meningkatkan pemahaman dan kemampuan SDM aparatur dalam penyusunan neraca sumber daya lahan; (3) meningkatkan pemahaman terhadap pengelolaan sumber daya lahan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan upaya penerapannya; (4) menerapkan reward and punishment secara konsisten baik terhadap institusi maupun individu; (5) dan disamping itu juga dalam pelaksanaan pengembangan kapasitas pengelolaan sumber daya lahan daerah bagi semua pejabat/pegawai yang terlibat dalam kebijakan pengelolaan sumber daya lahan daerah melalui diklat dan non diklat.
·         Melaksanakan perekrutan SDM baru. Perekrutan baru dimaksudkan untuk mendapatkan sejumlah orang yang memiliki kompetensi dasar dalam penyusunan neraca suberdaya lahan (memenuhi syarat kualitas) yang akan bekerja dan menduduki jabatan, mengelola ataupun melaksanakan sumber daya lahan di lingkup pemerintahan daerah yang benar-benar melalui proses yang bersih dan profesional agar diperoleh SDM unggulan dalam waktu yang singkat sesuai kebutuhan (memenuhi syarat kuantitas).
·         Melakukan rotasi pegawai, dimana pegawai yang memiliki kompetensi dan berlatarbelakang pendidikan geografi namun bekerja di unit lain dapat di rotasi kedalam unit yang bertugas menyusun neraca sumber daya lahan daerah.
Selain program peningkatan kapasitas sumber daya manusia pemerintah daerah perlu juga dibentuk sebuah program untuk meningkatkan kapasitas penyusunan sumber daya lahan melalui peningkatan sarana dan prasarana. Sejumlah kebijakan dan program sebagai tindak lanjut berbagai strategi yang dirumuskan untuk mewujudkan sasaran dan tujuan peningkatan kapasitas daerah dalam penyusunan neraca sumber daya lahan  adalah sebagai berikut :
·         Kebijakan penataan basis data daya dukung ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan. Penyusunan basisdata merupakan tahap awal dalam mengimplementasikan SIG. Efektivitas dan keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan daerah sangat dipengaruhi seberapa besar daya dukung ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan. Sementara itu, untuk mengetahui potensi daya dukung ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan perlu adanya kebijakan yang mengarah pada upaya penataan basis data daya dukung ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan, yang rencana aksinya dilaksanakan melalui program identifikasi daya dukung alam, dan program identifikasi daya dukung infrastruktur ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan. Keluaran dari kebijakan dan program tersebut diharapkan dapat mendukung terbangunnya sistem informasi daya dukung ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan.
·         Dalam penyusunan neraca sumber daya lahan maka perlu program inventarisasi data secara berkala yaitu:
a.             Memiliki peta Penggunaan Tanah dalam 2 kurun waktu berbeda (+ 2-3 tahun untuk Kota);
b.            Memiliki peta Rencana Tata Ruang Wilayah;
c.             Memiliki data dan peta Gambaran Umum Penguasaan Tanah.
·         Perlu dilakukan program pemutakhiran data dan informasi komponen lahan secara berkala yaitu data penggunaan lahan, data status penguasaan lahan, dan data kawasan lindung dan budidaya. Data tersebut disajikan dalam bentuk peta tematik untuk memudahkan dalam penyusunan neraca sumber daya lahan daerah.  Penyiapan Data dan Informasi, meliputi:
a.         Peta Penggunaan Tanah (di update dengan survey lapang dengan bantuan peta citra);
b.         Peta Administrasi
c.          Peta Rencana Tata Ruang Wilayah;
d.         Data dan peta Gambaran Umum Penguasaan Tanah;
e.         Data pendukung lainnya (kependudukan dan sosial ekonomi dari Badan Pusat Statistik);
f.          Skala input peta (1:25.000) untuk kabupaten di Pulau Jawa;
·         Peta dasar yang digunakan adalah peta Rupa Bumi Indonesia dari Bakosurtanal
·         Pada proses pengolahaan data neraca sumber daya lahan dilakukan dengan menggunakan teknis tumpang tindih atau overlay, metode ini membutuhkan perangkat keras yang mumpuni. Oleh karena itu perlu diadakan program pengadaan perangkat komputer yang spesifikasinya dapat menjalankan perangkat lunak program ArcGis versi terbaru. Untuk pencetakan peta tematik sumber daya lahan perlu menggunakan perangkat plotter yang dapat mencetak peta dengan ukuran besar. Untuk keperluan survey lapangan diperlukan alat GPS sebagai alat navigasi dalam pengambilan titik sampel dan juga perangkat kamera sebagai alat dokumentasi.
·         Perlu dilakukan program inventarisasi data-data pendukung sumber daya lahan baik data spasial maupun tekstual dalam bentuk hardcopy ataupun softcopy yang dapat mendukung penyusunan neraca sumber daya lahan. Data tersebut dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu data yang mendukung data aktiva dan data yang mendukung data pasiva. Selain itu data-data yang dikumpulkan juga dapat digunakan untuk mendukung analisis neraca lahan yang disusun.
·         Perlu dibentuk peraturan pemerintah yang mewajibkan penyusunan neraca sumber daya lahan oleh pemerintah daerah supaya penyusunannya dilakukan secara iteratif dan berkala karena menjadi tugas pokok dari pemerintah daerah dan wajib dilaksanakan oleh aparatur pemerintah daerah tersebut. Dengan demikian penyusunan neraca sumber daya lahan tersebut tidak dijadikan suatu proyek yang kemudian dilakukan oleh konsultan.
·         Untuk memudahkan proses penyusunan neraca sumber daya lahan maka perlu dibuat suatu SOP (standar operasional prosedur) yang lengkap dan mudah dimengerti sehingga SOP tersebut dapat digunakan sebagai acuan yang memudahkan penyusunan neraca sumber daya lahan oleh aparatur pemerintah.
·         Selama ini yang menyusun neraca sumber daya lahan adalah Badan Informasi Geospasial, oleh karena itu perlu dibentuk program pendampingan kepada pemerintah daerah oleh BIG dalam rangka penyusunan neraca sumber daya lahan.




E.       Ringkasan

1.       Penyusunan neraca sumber daya lahan spasial sangat dibutuhkan untuk menyusun program pengelolaan sumber daya alam karena dapat memberikan gambaran kecenderungan pemanfaatan sumber daya lahan.
2.       Penggunaan lahan di Kota Surakarta didominasi oleh lahan perumahan tidak teratur , yaitu sebesar 3.128,03 Ha.
3.       Berdasarkan jenis penggunaan tanahnya, maka pertanian tanah basah merupakan jenis penggunaan tanah yang paling tinggi perubahannya, dimana dari luasan sebesar 187,04 Ha (tahun 2006) turun menjadi 151,36 Ha (tahun 2012) atau mengalami penyusutan luasan sebesar 49,53 Ha. Berkurangnya luasan tanah pertanian tanah basah tersebut dikarenakan adanya alih guna lahan menjadi jasa pendidikan seluas 0,30 Ha, perdagangan umum seluas 0,95 Ha, perumahan teratur seluas 0,41 Ha, perumahan tidak teratur seluas 21,12 Ha, tanah kosong seluas 10,95 Ha dan pertanian lahan kering seluas 1,94 Ha.
4.       Dalam peningkatan kapasitas daerah di bidang penyusunan neraca sumber daya lahan diperlukan peningkatan terhadap kapasitas sumber daya manusia yang kompeten, peningkatan kapasitas itu dapat dilakukan dengan cara melakukan bimbingan diklat maupun non diklat, melakukan penerimaan pegawai baru, dan melakukan rotasi pegawai. Pengadaan  sarana dan prasarana yang mendukung penyusunan neraca sumber daya lahan daerah juga diperlukan dalam rangka peningkatan kapasitas daerah seperti , pengadaan perangkat keras komputer, dan perangkat lunak program sistem informasi geografis dan penginderaan jauh.
5.       Peraturan pemerintah mengenai penyusunan neraca sumber daya lahan yang harus disusun oleh pemerintah daerah merupakan hal yang penting sebagai pendorong agar pemerintah daerah melakukan kegiatan penyusunan neraca sumber daya lahan secara iterative dan berkala , tidak hanya sebagai proyek yang dikerjakan oleh konsultan.



DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2013. Kota Surakarta Dalam Angka Tahun 2013. Jakarta
Badan Informasi Geospasial.2002. SNI 19-6728.3-2002. Jakarta
CIDA Policy Branch. Capacity Development, Why, What and How. Occasional Series Vol No.1,  May 2000.http://www.acdi-cida.gc.ca/index-e.htm
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta. Surakarta
Pemkot Surakarta. 2014. Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RDTR Kota Surakarta Kawasan I – Tahun 2014. Surakarta
UNDP. Capacity Development. Capacity Development Practice Notice, July 2006. http://www.undp.org/oslocentre
Undang-Undang nomor 32 tahun 2009. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang nomor 26 tahun 2007. Penataan Ruang


Comments

Popular posts from this blog

Hutan Pantai , Ekologi, dan Fungsinya

Efek Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Peningkatan Suhu dan Albedo Di Jakarta Selatan

Teknologi GPS Dan Fishfinder Untuk Nelayan Modern