Pengelolaan Sumber Daya Lahan Spasial dan Peningkatan Kapasitas Di Bidang Penyusunan Neraca Sumber Daya Lahan Spasial Kota Surakarta
A. Pendahuluan
Tidak dapat dipungkiri bahwa sumber daya lahan
merupakan salah satu modal yang perlu dikembangkan dan dioptimalkan untuk
menunjang pengembangan suatu wilayah. Namun, pemanfaatan sumber daya lahan
tersebut harus memperhatikan konservasi dan upaya untuk kelestarian fungsi
ekosistemnya. Untuk mendukung keberhasilan usaha tersebut, perlu diketahui
lokasi keterdapatannya dengan pasti potensi dan kondisi sumber daya yang ada di
suatu wilayah, sehingga dapat dibuat perencanaan yang tepat dalam pengembangan
wilayah tersebut. Ketidakharmonisan dan ketidaksesuaian tataguna lahan dengan
fungsi ruang serta potensi lahannya, dapat mengganggu stabilitas sumber daya
alam dan lingkungan (resources and environmental stability).
Salah satu alternatif caranya yaitu melalui
penyusunan neraca sumber daya lahan berbasis spasial. Sumber daya lahan menurut
SNI 19-6728.3-2002 merupakan potensi dari sistem ruang yang mengandung
unsur-unsur lingkungan fisik, kimia, dan biologis yang saling berinteraksi
terhadap tata guna lahan. Sistem ruang peranan lahan dalam salah satu sumber
daya alam dilihat dari manfaatnya sebagai ruang untuk tempat tinggal (fisik,
ekologis), media atau tempat pertumbuhan tanaman (fisik, kimia, dan biologis),
wadah bahan galian/bahan mineral (fisik dan kima).
Dalam Neraca sumber daya lahan terdapat
informasi mengenai besarnya sumber daya/cadangan lahan yang dinyatakan dalam
aktiva, dan jumlah lahan yang telah dimanfaatkan yang dinyatakan dalam pasiva sehingga
perubahan cadangan dapat diketahui besarnya sisa cadangan yang dinyatakan dalam
saldo dalam suatu daerah dan dalam suatu kurun waktu. Neraca sumber daya lahan
memperhitungkan degradasi sumber daya lahan akibat pemanfaatan lahan yang
diperhitungkan masuk dalam penggunaan lahan (pasiva). Neraca sumber daya lahan
pada suatu daerah total luasannya tidak berubah, dan hanya luasan perubahan fungsi
lahan dan nilai lahan. Neraca sumber daya lahan memperperhitungkan pula nilai
lahan dalam Rupiah baik dalam aktiva maupun pasiva yang kesemuanya dapat
dikonversikan dalam nilai rupiah sesuai harga terbaru yang berlaku dari waktu
ke waktu sesuai dengan tahun anggaran (APBD) kabupaten. Selain informasi
tersebut, hal yang penting lainnya adalah adanya informasi spasial atas
persebaran lokasi sumber daya alam tersebut di suatu wilayah dengan demikian,
neraca sumber daya alam yang disusun juga bersifat spasial/keruangan.
B.
Tinjauan
Tipologi dan Kapasitas Sumber Daya Lahan Kota Surakarta
B.1
Kondisi Geografis Kota Surakarta
Kota Surakarta secara geografis terletak antara 110045’15” dan 110045’35“ Bujur
Timur
dan antara 7036’ dan 7056’ Lintang
Selatan. Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Pulau Jawa bagian tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang
maupun Yogyakarta. Kota Surakarta atau lebih dikenal
dengan ”Kota Solo”, secara geografis terletak pada cekungan di
antara dua gunung berapi yaitu Lawu di sebelah timur dan gunung Merapi di sebelah barat, sehingga topografis relatif rendah dengan ketinggian
rata-rata 92 m di atas permukaan laut
dan berada pada pertemuan Sungai Pepe, Jenes dan Bengawan Solo.
B.2
Topografi Kota Surakarta
Berdasarkan kondisi topografi atau ketinggian wilayah Kota Surakarta secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian, sebagai
berikut :
·
Kota Surakarta terletak
pada ketinggian antara 80 – 130 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan kemiringan lahan angtara 0 % sampai 15 %.
·
Kota Surakarta terletak
diantara 2 gunung berapi yaitu Gunung Lawu (Kabupaten Karanganyar)disebelah timur dan Gunung Merapi serta Merbabu sebelah barat.
Dengan posisi demikian maka Kota Surakarta termasuk
sebagai wilayah cekungan air.
·
Dibagian timur dan
selatan Kota Surakarta mengalir Sungai Bengawan Solo yang menjadi batas fisik administrasi dengan Kabupaten Karanganyar serta Kabupaten
Sukoharjo.
B.3 Struktur Tanah Kota Surakarta
Persebaran
tanah di lokasi penelitian ditunjukkan oleh Peta Tanah Tinjau skala 1 : 250.000
yang disusun oleh Supraptoharjo dkk (1966) dalam Baiquni (1988 : 32).
Berdasarkan Peta Tanah Tinjau tersebut, macam tanah di lokasi penelitian
meliputi :
·
Assosiasi Grumusol Kelabu Tua dan
Mediteran Coklat Kemerahan.Tanah ini merupakan kombinasi campuran antara tanah
grumusol kelabu tua dan mediteran coklat kemerahan. Bahan induknya adalah tuf
vulkan alkali basis dengan fisiografi vulkan. Di Kota Surakarta jenis tanah ini
berada di bagian utara kota.
·
Mediteran Coklat Tua.Tanah ini berada
di bagian timur laut Kota Surakarta, bahan induknya adalah tuf vulkan
intermediair dan berada pada fisiografi vulkan dan bukit lipatan.
·
Aluvial Coklat Kekelabuan.Tanah ini
berada di tepi Bengawan Solo, bahan induknya adalah endapan liat yang menempati
fisiografi dataran. Tanah ini termasuk jenis tanah aluvial yang salah satu
sifatnya tergantung dari asal tanah itu diendapkan sehingga kesuburannya
ditentukan oleh keadaan bahan asalnya.
·
Regosol Kelabu.Tanah ini berada di
bagian barat dan selatan Kota Surakarta bahan induknya tanah ini adalah
abu/pasir vulkan intermidiair yang menempati fisiografi vulkan.
B.4 Kondisi Hidrogeologi Kota
Surakarta
Kondisi
Hidrogeologi di Kota Surakarta berdasarkan kedalaman akuifer yang ada di Kota
Surakarta, maka dapat dibagi benjadi 2 (dua) bagian, yaitu :
·
Akifer dangkal, kedalaman akuifer
antara 2 sampai 23 m dibawah muka tanah setempat (mbmt) dengan ketebalan antara
5 sampai 23 m. Di bagian tengah Kota Surakarta akuifer dangkal disusun oleh
pasir tufan, dan pasir hasil lapukan endapan vulkanik dengan kedalaman antara
2,7 sampai 69,4 mbmt.
·
Air tanah dangkal, mendapat imbuhan
langsung dari curah hujan sekitar1.015 juta m³/tahun. Kedalaman muka air tanah
tahun 1999 berkisar antara 2 sampai 23,5 mbmt. Di bagian tengah sampai selatan,
kedalaman air tanah kurang dari 10 mbmt, sedangkan kedalaman air tanah di
bagian utara mencapai 69 mbmt. Fluktuasi air tanah berkisar antara 1 sampai 5
m.
Di
samping itu, di Kota Surakarta terdapat beberapa badan air yang semuanya
bermuara di Sungai Bengawan Solo.
B.5 Klimatologi Kota Surakarta
Wilayah
Kota Surakarta memiliki iklim muson tropis dengan banyaknya curah hujan pada
tahun 2010 sebesar 3.408 mm dan rata-rata hari hujan sebanyak 16 hari/tahun.
Bulan basah berlangsung antara bulan September sampai dengan bulan Maret,
sedangkan bulan kering berlangsung antara bulan April sampai dengan bulan
Agustus (berdasarkan data BPS Tahun 2010).
B.4 Perekonomian Kota Surakarta
Kondisi
Perekonomian Kota Surakarta dapat diketahui melalui besarnya Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kota Surakarta pada tahun 2010 berdasarkan harga berlaku sebesar
Rp 9.941.136.560.000,- dengan nilai PDRB Per Kapita sebanyak Rp 19.908.672,03. Sementara
Nilai PDRB Kota Surakarta tahun 2010 berdasarkan harga konstan tahun 2000 sebesar
Rp 5.103.886.240.000,- atau dengan nilai PDRB Per Kapita sebanyak Rp
10.221.325,97. PDRB Kota Surakarta pada tahun 2011 berdasarkan harga berlaku
sebesar Rp 10.992.971.190.000,- atau dengan nilai PDRB Per Kapita sebanyak Rp
21.984.535,37. Nilai PDRB Kota Surakarta tahun 2011 berdasarkan harga konstan
tahun 2000 sebesar Rp 5.411.912.320.000,- atau dengan nilai PDRB Per Kapita
sebanyak Rp 10.823.131,95. Berdasarkan data yang ada, maka terdapat kenaikan
nilai PDRB Kota Surakarta menurut Lapangan Usaha atas dasar harga berlaku
sebesar 10,58%. Sedangkan kenaikan nilai PDRB Kota Surakarta menurut Lapangan Usaha
atas dasar harga konstan sebesar 6,04%.
B.5
Sumber Daya Manusia Kota Surakarta
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, pada tahun 2013 Penduduk
Kota
Surakarta mencapai 586.978 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk kota Surakarta pada tahun 2013 mencapai 13.328
jiwa/km2.
No
|
Kecamatan
|
Luas Wilayah(km2)
|
Laki-Laki (Jiwa)
|
Perempuan (Jiwa)
|
Jumlah
|
Rasio Jenis Kelamin
|
Tingkat Kepadatan (Jiwa/km2)
|
1
|
Laweyan
|
8,64
|
53.712
|
55.86
|
109.572
|
96,15
|
12.682
|
2
|
Serengan
|
3,19
|
29.885
|
31.072
|
60.957
|
96,18
|
19.109
|
3
|
Pasar Kliwon
|
4,82
|
44.329
|
46.167
|
90.496
|
96,02
|
18.775
|
4
|
Jebres
|
12,58
|
73.251
|
74.305
|
147.556
|
98,58
|
11.729
|
5
|
Banjarsari
|
14,81
|
88.069
|
90.328
|
178.397
|
97,50
|
12.046
|
|
Jumlah
|
44,04
|
289.246
|
297.732
|
586.978
|
97,15
|
13.328
|
Tabel.1
Tabel data kependudukan Kota Surakarta (Sumber : Surakarta dalam angka 2014)
Jumlah
penduduk usia 5 tahun keatas di Kawasan I Kota Surakarta menurut pendidikan
pada tahun 2013 sebanyak 176.236 jiwa. Tingkat pendidikan paling banyak di
Kawasan I Kota Surakarta adalah penduduk Tamatan SLTA yaitu sebanyak 37.515
jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang tidak sekolah sebanyak 13.319
jiwa.Penduduk yang berpendidikan tamat akademi/perguruan tinggi di Kawasan I
Kota Surakarta sebanyak 18.606 jiwa (Sumber : BPS
dalam Angka 2014). Dari
data tersebut terlihat bahwa jumlah penduduk dengan pendidikan lebih tinggi
dari SLTA sejumlah 56.121 jiwa dari total 586.978
jiwa jumlah penduduk atau 9.56 % dari total jumlah penduduk Kota Surakarta.
Jumlah
Penduduk Kawasan I Kota Surakarta menurut mata pencaharian pada tahun 2013
sebanyak 159.406 jiwa.Mata pencaharian yang paling sedikit digeluti oleh
masyarakat di Kawasan I Kota Surakarta adalah sebagai petani yaitu sebanyak 4
jiwa. Penduduk yang bekerja sebagai pengusaha sebanyak 7.006 jiwa, penduduk
yang bekerja sebagai buruh industri sebanyak 25.121 jiwa, penduduk yang bekerja
sebagai buruh bangunan sebanyak 15.070 jiwa, penduduk yang bekerja sebagai
pedagang sebanyak 15.722 jiwa, penduduk yang bekerja di sektor angkutan
sebanyak 8.966 jiwa, penduduk yang bekerja sebagai PNS/ TNI/POLRI sebanyak
3.988 jiwa (Sumber : BPS dalam Angka 2014).
B.6 Penguasaan Lahan Kota Surakarta
kondisi penguasaan tanah yang ada di Kota Surakarta
dapat dilihat pada Tabel 2.
No
|
Gambaran
Umum Penguasaan Tanah
|
Luas
(ha)
|
%
Luas Wilayah
|
|
1
|
Hak Guna Bangunan (HGB)
|
159,56
|
3,41
|
|
2
|
Hak Milik (HM)
|
3.825,78
|
81,78
|
|
3
|
Hak Pakai (HP)
|
578,99
|
12,38
|
|
4
|
Hak Pengelolaan (HPL)
|
37,10
|
0,79
|
|
5
|
sungai
|
76,60
|
1,64
|
|
|
Jumlah
|
4.678,02
|
100
|
Tabel 2.
Gambaran Penguasaan Tanah Kota Surakarta
Tahun 2012. (Sumber : Kanwil BPN Jateng 2012)
Berdasarkan Tabel 2.
di atas, dapat dilihat bahwa kondisi penguasaan tanah di Kota Surakarta
sebagian besar merupakan Tanah hak UUPA, yaitu 4.061,42 Ha atau sebesar 98,36 %
dari luas keseluruhan wilayah Kota Surakarta. Tanah yang termasuk ke dalam
tanah hak UUPA ini meliputi tanah-tanah dengan jenis penguasaan berupa Hak
Milik (HM), Hak Pakai (HP), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pengelolaan (HP).
Adapun penyebaran dari masing-masing tanah dengan jenis penguasaan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Hak Milik seluas 3.825,78 Ha
(81,78%), terdapat di seluruh wilayah Kota Surakarta;
2. Hak Pakai seluas 578,99 Ha (12,38
%), terdapat di seluruh wilayah Kota Surakarta;
3. Hak Guna Bangunan seluas 159,56 Ha
(3,41 %), terdapat di seluruh wilayah Kota Surakarta;
4. Hak Pengelolaan seluas 37,10 Ha
(0,79 %), terdapat di Kecamatan Jebres;
B.7 Analis Perubahan Sumber daya lahan Kota
Surakarta
Analisis
perubahan penggunaan tanah berfungsi untuk mengetahui luas dan lokasi perubahan
penggunaan tanah, maupun kecenderungan perkembangan aktifitas masyarakat suatu
wilayah dalam kurun waktu tertentu. Menurut Hasil Analisis Kanwil BPN Provinsi
Jawa Tengah, 2012 setelah mengalami perkembangan pembangunan selama 6 (Enam)
tahun ke depan (tahun 2012), kondisi penggunaan tanahnya masih tetap didominasi
oleh penggunaan tanah perumahan tidak teratur, terjadi kenaikan seluas 32,76
Ha. Sedangkan pertanian tanah basah mengalami penurunan seluas 49,53 hal ini
terjadi karena banyak beralih fungsi menjadi jasa pendidikan, perdagangan umum,
perumahan teratur, perumahan tidak teratur, tanah kosong dan pertanian tanah
kering. Dalam kurun waktu 6 tahun (antara tahun 2006 sampai dengan tahun 2012),
kondisi penggunaan tanah di wilayah Kota Surakarta telah mengalami perubahan
diantaranya:
·
Akomodasi dan rekreasi, mengalami
kenaikan seluas 4,51 Ha (6,27%), pada tahun 2006 seluas 68,87 Ha dan pada tahun
2012 seluas 73,39 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari mengalami kenaikan seluas
4,34 Ha, dan Kecamatan Laweyan seluas 0,17 Ha,
·
Industri non pertanian, tetap seluas
5,30 Ha;
·
Industri pengolah pertanian, tetap
seluas 60,58 Ha;
·
Instalasi, mengalami penurunan seluas
1,47 Ha (2,04%), yaitu pada tahun 2006 seluas 4,91 Ha tahun 2012 menjadi 3,44
Ha, terjadi di Kecamatan Laweyan seluas 1,47 Ha;
·
Jasa kesehatan, mengalami kenaikan
seluas 0,98 Ha (1,36%) dari tahun 2006 seluas 32,27 Ha tahun 2012 menjadi 33,25
Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 0,98 Ha;
·
Jasa pelayanan umum, mengalami
penurunan seluas 0,98 Ha. Dapat dilihat pada tahun 2006 seluas 92,06 tahun 2012
menjadi 91,08 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 0,98 Ha;
·
Jasa pemerintahan, mengalami kenaikan
seluas 2,58 Ha. Tahun 2006 seluas 66,7 Ha, tahun 2012 menjadi 69,36 Ha, terjadi
di Kecamatan Banjarsari seluas 0,91 Ha. dan Kecamatan Jebres seluas 1,66 Ha;
·
Jasa pendidikan, mengalami penurunan
seluas 0,61 Ha. Tahun 2006 menunjukan seluas 258,33 Ha tahun 2012 tanah
berkurang menjadi 257,71 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 0,91 Ha;
·
Jasa peribadatan, tetap seluas 8,60
Ha;
·
Lembaga usaha, tetap seluas 8,58 Ha;
·
Makam, tetap seluas 84,44 Ha;
·
Pasar, mengalami kenaikan seluas 1,23
Ha. Pada tahun 2006 seluas 25,54 Ha tahun 2012 menjadi 26,77 Ha, terjadi di
Kecamatan Pasar Kliwon seluas 1,23 Ha;
·
Perbengkelan, mengalami kenaikan
seluas 3,18 Ha. Thun 2006 seluas 1,61 Ha tahun 2012 menjadi 4,79 Ha, terjadi di
kecamatan Jebres seluas 3,18 Ha;
·
Perdagangan umum, mengalami kenaikan
seluas 7,51 Ha, dapat dlilihat pada tahun 2006 seluas 155,49 Ha tahun 2012
menjadi seluas 163 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 0,74 Ha,
Kecamatan Jebres seluas 1,23 Ha, Kecamatan Laweyan seluas 2,93 Ha, dan
Kecamatan Serengan seluas 2,61 Ha;
·
Pergudangan, tetap seluas 31,59 Ha;
·
Pertanian tanah basah, mengalami
penurunan seluas 35,68 Ha. Tahun 2006 seluas 187,04 Ha tahun 2012 menjadi
seluas 151,36 Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 11,07 Ha, Kecamatan
Jebres seluas 0,45 Ha, dan Kecamatan Laweyan seluas 24,17 Ha;
·
Pertanian tanah kering, mengalami
penurunan seluas 11,98 Ha. Tahun 2006 seluas 221 Ha tahun 2012 menjadi 209,01
Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 4,78 Ha, Kecamatan Jebres seluas
9,15 Ha;
·
Perumahan teratur, mengalami kenaikan
seluas 6,08 ha. Tahun 2006 seluas 75,62 Ha tahun 2012 seluas 81,70 Ha, terjadi
di Kecamatan Banjarsari seluas 1,77 Ha, dan Kecamatan Jebres seluas 4,31 Ha;
·
Perumahan tidak teratur, mengalami
kenaikan 32,76 Ha. Tahun 2006 seluas 3.095,26 menjadi 3.128,03 Ha, terjadi di
Kecamatan Banjarsari seluas 14,18 Ha, Kecamatan Jebres seluas 3,40 Ha,
Kecamatan Laweyan seluas 13,75 Ha dan Kecamatan Pasar Kliwon seluas 1,43 Ha;
·
Peternakan, tetap seluas 0,62 Ha;
·
Prasarana transportasi, tetap seluas
39,48 Ha;
·
Sungai¸ tetap seluas 76,60 Ha;
·
Taman kota, tetap seluas 18,56 Ha;
·
Tanah kosong¸ mengalami penurunan
seluas 8,11 Ha. Tahun 2006 menunjukkan 58,88 Ha tahun 2012 menjadi seluas 50,78
Ha, terjadi di Kecamatan Banjarsari seluas 5,70 Ha, Kecamatan Jebres seluas
4,18 Ha, Kecamatan Laweyan seluas 3,91 Ha, Kecamatan Pasar Kliwon seluas 2,26
Ha dan Kecamatan Serengan seluas 2,61 Ha.
Dari
uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa dari tahun 2006 sampai dengan
tahun 2012 telah terjadi perubahan terbesar pada pertanian tanah basah
mengalami menjadi jasa pendidikan, perdagangan umum, perumahan teratur,
perumahan tidak teratur, tanah kosong dan pertanian tanah kering. Rekapitulasi
Perubahan Penggunaan Tanah Kota Surakarta Tahun 2006 – 2012 dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
No
|
Penggunaan Tanah
|
Luas (ha)
|
Perubahan Penggunaan Tanah
|
||||
Tahun 2006
|
Tahun 2012
|
luas (ha)
|
% Peru-bahan
|
Rata-rata/tahun (ha)
|
|||
1
|
Akomodasi Dan Rekreasi
|
68,87
|
73,39
|
-4,51
|
-6,27
|
-0,90
|
|
2
|
Industri Non Pertanian
|
5,30
|
5,30
|
0,00
|
0,00
|
0,00
|
|
3
|
Industri Pengolahan Pertanian
|
60,58
|
60,58
|
0,00
|
0,00
|
0,00
|
|
4
|
Instalasi
|
4,91
|
3,44
|
1,47
|
2,04
|
0,29
|
|
5
|
Jasa Kesehatan
|
32,27
|
33,25
|
-0,98
|
-1,36
|
-0,20
|
|
6
|
Jasa Pelayanan Umum
|
92,06
|
91,08
|
0,98
|
1,36
|
0,20
|
|
7
|
Jasa Pemerintahan
|
66,79
|
69,36
|
-2,58
|
-3,58
|
-0,52
|
|
8
|
Jasa Pendidikan
|
258,33
|
257,71
|
0,61
|
0,85
|
0,12
|
|
9
|
Jasa Peribadatan
|
8,60
|
8,60
|
0,00
|
0,00
|
0,00
|
|
10
|
Lembaga Usaha
|
8,58
|
8,58
|
0,00
|
0,00
|
0,00
|
|
11
|
Makam
|
84,44
|
84,44
|
0,00
|
0,00
|
0,00
|
|
12
|
Pasar
|
25,54
|
26,77
|
-1,23
|
-1,71
|
-0,25
|
|
13
|
Perbengkelan
|
1,61
|
4,79
|
-3,18
|
-4,41
|
-0,64
|
|
14
|
Perdagangan Umum
|
155,49
|
163,00
|
-7,51
|
-10,42
|
-1,50
|
|
15
|
Pergudangan
|
31,59
|
31,59
|
0,00
|
0,00
|
0,00
|
|
16
|
Pertanian Tanah Basah
|
187,04
|
151,36
|
35,68
|
49,53
|
7,14
|
|
17
|
Pertanian Tanah Kering
|
221,00
|
209,01
|
11,98
|
16,64
|
2,40
|
|
18
|
Perumahan Teratur
|
75,62
|
81,70
|
-6,08
|
-8,44
|
-1,22
|
|
19
|
Perumahan Tidak Teratur
|
3.095,26
|
3.128,03
|
-32,76
|
-45,48
|
-6,55
|
|
20
|
Peternakan
|
0,62
|
0,62
|
0,00
|
0,00
|
0,00
|
|
21
|
Prasarana Transportasi
|
39,48
|
39,48
|
0,00
|
0,00
|
0,00
|
|
22
|
Sungai
|
76,60
|
76,60
|
0,00
|
0,00
|
0,00
|
|
23
|
Taman Kota
|
18,56
|
18,56
|
0,00
|
0,00
|
0,00
|
|
24
|
Tanah Kosong
|
58,88
|
50,78
|
8,11
|
11,25
|
1,62
|
Tabel 3. Tabel perubahan penggunaan lahan Kota Surakarta (Sumber :
Kanwil BPN Jateng 2012)
C.
Analisis
isi Materi SNI Sumber Daya Lahan
Berikut ini adalah tabel hasil
analisis isi terhadap materi SNI 19-6728.3-2002 mengenai sumber daya lahan
spasial.
|
Kajian Terhadap Materi SNI Sumber daya Lahan Spasial
|
||
|
(content Analisis)
|
||
No
|
|
SNI Sumber daya Lahan Spasial
|
Catatan Terhadap isi SNI
|
1
|
Tujuan
|
Meningkatkan
kualitas neraca sumber daya alam spasial yang disusun masing-masing instansi
yang bertanggung jawab terhadap program tersebut
|
Tujuan penyusunan neraca
sumber daya lahan Kota Surakarta adalah untuk memperoleh gambaran dan perimbangan mengenai
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta, untuk digunakan sebagai bahan
masukan di dalam; (1)Perencanaan kegiatan dan
pengendalian pembangunan wilayah; (2) Penyusunan dan revisi rencana tata
ruang wilayah; (3) Perumusan kebijakan dan pelaksanaan penyesuaian penggunaan dan
pemanfaatan lahan dengan rencana tata ruang kota
|
2
|
Komponen lahan yang dihitung
luasnya
|
penggunaan lahan,
status penguasaan lahan, kawasan lindung dan kawasan budidaya
|
Perlu inventarisasi
dan pemuktahiran data-data penggunaan lahan, status penguasaan lahan, kawasan
lindung dan kawasan budaya secara berkala untuk mempermudah penyusunan neraca
sumber daya lahan spasial.
|
3
|
Komponen Penggunaan lahan
|
komponen penggunaan
lahan terdiri atas macam variabel data dengan klasifikasi yang utama terdiri
atas : lahan pemukiman, sawah, pertanian lahan kering,kebun,
perkebunan,pertambangan, industri dan pariwisata, perhubungan, lahan
berhutan, lahan terbuka,padang, perairan darat.
|
Perlu koordinasi
dengan dinas-dinas terkait dalam inventarisasi data-data pendukung mengenai
klasifikasi penggunaan lahan. Dan perlu sumber daya manusia yang mampu
mengolah data-data tersebut dan menampilkan data-data tersebut dalam bentuk
peta tematik.
|
4
|
Komponen Penguasaan Lahan
|
komponen penguasaan
lahan terdiri atas : Tanah Negara dan Tanah Negara dibebani HakPakai, Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pengelolaan dan Hak Milik,
|
Perlu koordinasi
dengan Badan Pertanahan Nasional di daerah untuk mendapatkan data-data
pendukung mengenai penguasaan lahan.
|
5
|
Komponen Kawasan Lindung dan
Budidaya
|
Klasifikasi kawasan
lindung dan budidaya mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990
yaitu (a) kawasan lindung : kawasan yang berfungsi lindung,(b) kawasan
budidaya : kawasan diluar kawasan lindung yang bisa dibudidayakan.
|
Kegiatan dimulai
dengan inventarisasi penggunaan lahan yang aktual pada kawasan budidaya dan
kemungkinan berkembang pada kawasan lindung.
|
6
|
Metode Penyusunan Neraca Sumber
daya lahan
|
Untuk mendapatkan
hasil akhir penyusunan neraca sumber daya lahan spasial dilaksanakan melalui
tahap-tahap pengumpulan data, analisis dan evaluasi atau penyusunan
neracanya, dan tahap penyusunan peta tematik neraca sumber daya lahan.
|
1. Pada tahap
pengumpulan data sumber daya lahan meliputi data primer dan data sekunder.
Data primer dapat didapatkan dengan metode penginderaan jauh dalam dua
periode pemotretan. Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data awal dan data
terakhir penggunaan lahan . Oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia
yang memiliki kompetensi dalam pengolahan citra digital dan perangkat keras
komputer yang mumpuni. Pengumpulan data sekunder dapat menggunakan data pokok
pembangunan daerah dengan kompilasi dan penyesuaian pada format, skala, dan
klasifikasi neraca sumber daya lahan.
|
|
|
|
2. Pada tahap
pengolahan data analisis neraca sumber daya lahan spasial menggunakan metode
overlay. Oleh karena itu memerlukan sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi dalam penggunaan software ArcGIS , dan juga diperlukan
ketersediaan perangkat komputer dengan spesifikasi yang mumpuni. Analisis dan
evaluasi sumber daya lahan tersebut dihitung dalam satuan areal luasan (ha)
maupun dalam perhitungan prosentase (%), termasuk perhitungan degradasi sumber
daya lahan. Evaluasi mengarah pada pemecahan masalah dan rekomendasi bagi
perencanaan pembangunan. Evaluasi lebih lanjut kearah nilai sumber daya
lahan, apabila sumber daya tersebut telah dihitung dengan nilai rupiah (Rp)
|
7
|
Metode pengisian tabel
|
Neraca sumber daya
lahan disusun dengan cara analisis dan evaluasi hasil inventarisasi data yang
mencakup dua periode penyusunan, sehingga dapat diketahui yaitu satu bentuk
tabel yang menyatakan aktiva pada kolom sebelah kiri, dan
menyatakanperubahannya. Secara diskriptif neraca sumber daya lahan disajikan
dalam format tabel skontro sebelah menyebelah pasiva pada kolom sebelah
kanan.
|
Sebelum dilakukan
pengisian tabel perlu dilakukan cek lapangan terlebih dahulu karena peta
hasil overlay masih mungkin terjadi kesalahan-kesalah geometris maupun
tabular. Oleh karena itu diperlukan peralatan seperti GPS navigasi untuk
menentukan koordinat titik sampel dan juga perangkat kamera sebagai alat
dokumentasi.
|
8
|
Sistematika penulisan buku
|
Penulisan buku
neraca sumber daya lahan spasial terdiri dari 3 buah buku yaitu; (1)
ringkasan eksekutif; (2) Laporan Utama; (3) Peta-peta
|
Dalam tahan
penulisan ini diperlukan sumber daya manusia yang teliti dan mampu membuat
laporan dengan baik. Perlu juga perangkat keras seperti komputer, printer,
dan plotter untuk mencetak peta-peta tematik ukuran besar.
|
9
|
Penyajian Data Spasial
|
Penyajian data spasial
dan peta harus mengikuti ketentuan yang tercantum dalam SNI 19-6728.3-2002
|
Dalam penyusunan
data spasial diperlukan sumber daya manusia yang kompeten dan memahami kaidah
kartografis yang baik. Selain itu juga dibutuhkan peta dsar, untuk skala
kabupaten/kota dapat menggunakan peta rupa bumi Indonesia skala 1:50.000
sebagai peta dasar.
|
D.
Analisis
Peningkatan Kapasitas Daerah Di Bidang Penyusunan Neraca Sumber daya Lahan
Pengembangan kapasitas adalah suatu kemampuan
umum untuk melaksanakan sesuatu. UNDP mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan
(kemampuan memecahkan masalah) yang dimiliki seseorang, organisasi, lembaga dan
masyarakat secara perorangan atau secara kolektif melaksanan fungsi, memecahkan
masalah, serta menetapkan dan mencapai tujuan (UNDP,2006). United Nation
Development Program (UNDP) mendefinisikan pengembangan kapasitas sebagai suatu
proses yang dialami oleh individu, kelompok, organisasi, lembaga dan masyarakat
untuk meningkatkan kemampuan mereka agar dapat: 1) melaksanakan fungsi-fungsi
essensial, memecahkan masalah, menetapkan dan mencapai tujuan, dan 2) mengerti
dan menangani kebutuhan pengembangan diri mereka dalam suatu lingkungan yang
lebih luas secara berkelanjutan (CIDA, 2000).
Dalam konteks ini yang dimaksudkan dengan
kapasitas daerah adalah kapasitas kelembagaan yang mencakup struktur
kelembagaan, pemahaman dan perhatian terhadap neraca sumber daya lahan, dan
kebijakan dan program dalam rangka pengelolaan sumber daya lahan yang disusun
dan dilaksanakan di Kota Surakarta untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Salah
satu faktor kunci dalam pengembangan kapasitas adalah pembelajaran. Pembelajaran
terjadi pada tingkat individu aparatur dan tingkat organisasi pemerintahan.
Pengembangan kapasitas adalah suatu proses yang berlangsung dalam jangka
panjang secara berkesinambungan dimana orang-orang belajar untuk lebih capable
(lebih mampu melaksanakan pekerjaannya).
Tantangan terhadap pengembangan kapasitas adalah
bagaimana bekerja dalam suatu organisai pemerintahan dengan karakter individu yang
beragam. Oleh karena itu perlu adanya kompetensi standar yang harus dimiliki
setiap aparatur pemerintahan agar dapat melaksanakan proses penyusunan neraca sumber
daya lahan. Kapasitas aparatur yang ingin dikembangkan dalam bidang penyusunan
neraca sumber daya lahan mencakup kapasitas:
·
Memiliki latar belakang pendidikan di
bidang geografi dan spasial dan juga memiliki kompetensi dalam bidang
penginderaan jauh dan sistem informasi geografis.
·
Kemampuan dalam mengakses informasi,
teknologi baru, sumber daya, serta keterampilan dan pengetahuan megenai neraca sumber
daya lahan.
·
Kemampuan dalam menganalisis situasi,
mengidentifikasi masalah yang dihadapi serta potensi sumber daya lahan yang
dimiliki daerah.
·
Kemampuan dalam merencanakan anggaran,
mengelola dan melaksnakan program penyusunan neraca sumber daya lahan secara
iterative dan bukan sebagai sebuah proyek.
·
Kemampuan dalam memonitor dan
mengevaluasi proses dan hasil penyusunan neraca sumber daya lahan.
·
Kemampuan dalam mengorganisasikan dan
memobilisasi sumber daya manusia yang
terlibat dalam penyusunan neraca sumber daya lahan.
·
Kemampuan dalam Membuat keputusan dan
berpartisipasi dalam proses penyusunan neraca sumber daya lahan.
·
Kemampuan dalam membangun kerjasama dengan
pihak-pihak terkait dan mengembangkan berbagai kegiatan dalam proses penyusunan
neraca sumber daya lahan.
·
Kemampuan dalam mengatasi konflik.
·
Kemampuan dalam mengembangkan
kepercayaan diri.
Selain peningkatan kapasitas dalam hal sumber
daya manusia hal lain yang perlu dalam penyusunan neraca sumber daya lahan
adalah kelengkapan data-data pendukung dan data-data pendukung tersebut harus
dikumpulkan secara berkala sehingga dapat diketahui potensi sumber daya lahan
untuk berbagai penggunaannya. Data-data tersebut disusun dengan ketentuan
sebagai berikut :
·
Setiap komponen lahan dibuat tabel
inventarisasi data sumber daya lahan, dan neraca sumber daya lahan, serta
analisis penggunaan lahan dengan status penguasaan lahan, penggunaan lahan pada
kawasan lindung dan budidaya.
·
Komponen penggunaan lahan terdiri atas
macam variabel data dengan klasifikasi yang utama terdiri atas : lahan
pemukiman, sawah, pertanian lahan kering, kebun, perkebunan, pertambangan,
industri dan pariwisata, perhubungan, lahan berhutan, lahan terbuka, padang,
perairan darat.
·
Klasifikasi bersifat terbuka artinya
masing-masing data dapat berkembang sesuai dengan tingkat kedetilan pada peta
penyebaran.
·
Perlu dianalisa mengenai nilai rupiah
dari nilai ekonomi sumber daya lahan , nilai degradasi sumber daya lahan
spasial diperhitungkan pada keadaan akhir (pasiva) penyusunan neraca sumber
daya lahan.
·
Penyusunan neraca sumber daya lahan
spasial disusun dalam data dua periode kurun waktu, minimal perubahan 6 bulan
untuk daerah urban, klasifikasi harus sama.
·
Penyusunan neraca sumber daya lahan
spasial disusun sesuai dengan kebutuhan, terutama pada perubahan lahan yang
cepat, dan ketersediaan anggaran.
·
Untuk mendukung analisis neraca sumber
daya lahan perlu disiapkan peta dasar, dapat menggunakan peta rupabumi
Indonesia skala 1 : 25.000
Untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam penyusunan neraca sumber dayalahan maka perlu
dibentuk standar operasi prosedur (SOP) yang harus dikerjakan oleh aparatur
pemerintahan dan menjadi tugas pokok bagi aparatur tersebut. Dengan demikian
neraca sumber daya lahan akan disusun secara iteratif karena merupakan tugas
sehari-hari aparatur tersebut. Untuk memudahkan dalam penyusunan neraca sumber
daya lahan maka dapat menggunakan sistematika seperti yang terlihat dalam diagam
alir berikut:

Gambar.1.Diagram
alir penyusunan neraca sumber daya lahan spasial
Dengan adanya diagram alir ini diharapkan
dapat meningkatkan kapasitas daerah dalam penyusunan neraca sumber daya lahan
spasial. Dalam diagram alir tersebut proses penyusunan neraca sumber daya
lahan spasial dibagi menjadi beberapa
tahap yaitu ; (1) Penyusunan neraca sumber
daya lahan sementara yang diperoleh dari hasil overlay antara peta penggunaan
lahan yang digunakan sebagai peta aktiva
dan pasiva; (2) Penentuan titik sampel ; (3) tahap survey lapangan untuk
pengecekan kebenaran peta tentatif terhadap kondisi lapangan; (4) Tahap pasca
lapangan yang meliputi kegiatan pengolahan dan analisis data neraca sumber daya
lahan berdasarkan hasil observasi dan uji sampel lapangan; (5) Penyajian data
dan laporan hasil penyusunan neraca sumber daya lahan .
E. Rangkaian Program Kegiatan Untuk Mendukung Penyusunan Neraca Sumber daya Lahan Daerah
E. Rangkaian Program Kegiatan Untuk Mendukung Penyusunan Neraca Sumber daya Lahan Daerah
Neraca sumber daya lahan menjadi acuan bagi
kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian
fungsi sumber daya lahan dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan
pembangunan tetap terjamin. Dalam penyusunan neraca sumber daya lahan
memerlukan sumber daya manusia yang kompeten, faktor sumber daya manusia ini
menyangkut dalam segi jumlah dan kualitas. Masalah yang sering muncul adalah
unit yang bertugas untum menyusun neraca sumber daya lahan diisi oleh pegawai
yang tidak memiliki latar belakang pendidikan geografi sebagai pengetahuan
dasar yang diperlukan dalam pengelolaan sumber daya lahan. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal ; (1) belum ada kebijakan rekrutmen pegawai yang berlatar
belakang pendidikan geografi; (2) walaupun pegawai tersebut bukan berlatar
belakang geografi akan tetapi mereka dianggap mampu menjalankan/melaksanakan
tugas dengan modal diklat dan bimbingan; (3) adanya kebijakan pimpinan. Untuk
mengembangkan kapasitas sumber daya manusia Pemerintah Daerah yang mendukung
penyusunan neraca sumber daya lahan perlu dibuat rangkaian program.
Salah satu upaya yang dapat
dilakukan guna menanggulangi permasalahan sumber daya manusia dan mendukung
peningkatan pengelolaan keuangan daerah adalah dengan pengembangan kapasitas
SDM Daerah dalam penyusunan neraca sumber daya lahan adalah :
·
Melakukan bimbingan melalui diklat
dan non diklat terhadap SDM yang telah ada. Pengembangan kapasitas melalui
diklat dan non diklat bertujuan, antara lain: (1) meningkatkan pemahaman dan
kemampuan SDM aparatur dalam menyusun neraca sumber daya lahan; (2) melakukan
pelatihan yang berlanjut guna meningkatkan pemahaman dan kemampuan SDM aparatur
dalam penyusunan neraca sumber daya lahan; (3) meningkatkan pemahaman terhadap
pengelolaan sumber daya lahan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan
upaya penerapannya; (4) menerapkan reward and punishment secara konsisten baik
terhadap institusi maupun individu; (5) dan disamping itu juga dalam
pelaksanaan pengembangan kapasitas pengelolaan sumber daya lahan daerah bagi
semua pejabat/pegawai yang terlibat dalam kebijakan pengelolaan sumber daya
lahan daerah melalui diklat dan non diklat.
·
Melaksanakan perekrutan SDM
baru. Perekrutan baru dimaksudkan untuk mendapatkan sejumlah orang yang
memiliki kompetensi dasar dalam penyusunan neraca suberdaya lahan (memenuhi
syarat kualitas) yang akan bekerja dan menduduki jabatan, mengelola ataupun
melaksanakan sumber daya lahan di lingkup pemerintahan daerah yang benar-benar
melalui proses yang bersih dan profesional agar diperoleh SDM unggulan dalam
waktu yang singkat sesuai kebutuhan (memenuhi syarat kuantitas).
·
Melakukan rotasi pegawai,
dimana pegawai yang memiliki kompetensi dan berlatarbelakang pendidikan
geografi namun bekerja di unit lain dapat di rotasi kedalam unit yang bertugas
menyusun neraca sumber daya lahan daerah.
Selain program peningkatan kapasitas
sumber daya manusia pemerintah daerah perlu juga dibentuk sebuah program untuk
meningkatkan kapasitas penyusunan sumber daya lahan melalui peningkatan sarana
dan prasarana. Sejumlah kebijakan dan program sebagai tindak lanjut berbagai
strategi yang dirumuskan untuk mewujudkan sasaran dan tujuan peningkatan
kapasitas daerah dalam penyusunan neraca sumber daya lahan adalah sebagai berikut :
·
Kebijakan penataan basis data
daya dukung ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan. Penyusunan basisdata
merupakan tahap awal dalam mengimplementasikan SIG. Efektivitas dan
keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan daerah sangat
dipengaruhi seberapa besar daya dukung ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan.
Sementara itu, untuk mengetahui potensi daya dukung ketersediaan lahan dan
kebutuhan lahan perlu adanya kebijakan yang mengarah pada upaya penataan basis
data daya dukung ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan, yang rencana aksinya
dilaksanakan melalui program identifikasi daya dukung alam, dan program
identifikasi daya dukung infrastruktur ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan.
Keluaran dari kebijakan dan program tersebut diharapkan dapat mendukung
terbangunnya sistem informasi daya dukung ketersediaan lahan dan kebutuhan
lahan.
·
Dalam penyusunan neraca sumber daya lahan maka perlu program inventarisasi data secara
berkala yaitu:
a.
Memiliki peta Penggunaan Tanah dalam 2 kurun waktu berbeda (+ 2-3
tahun untuk Kota);
b.
Memiliki peta Rencana Tata Ruang Wilayah;
c.
Memiliki data dan peta Gambaran Umum Penguasaan Tanah.
·
Perlu dilakukan program
pemutakhiran data dan informasi komponen lahan secara berkala yaitu data
penggunaan lahan, data status penguasaan lahan, dan data kawasan lindung dan
budidaya. Data tersebut disajikan dalam bentuk peta tematik untuk memudahkan
dalam penyusunan neraca sumber daya lahan daerah. Penyiapan Data
dan Informasi, meliputi:
a.
Peta Penggunaan Tanah (di update dengan
survey lapang dengan bantuan peta citra);
b.
Peta Administrasi
c.
Peta Rencana Tata Ruang Wilayah;
d.
Data dan peta Gambaran Umum Penguasaan Tanah;
e.
Data pendukung lainnya (kependudukan dan sosial ekonomi dari Badan Pusat
Statistik);
f.
Skala input peta (1:25.000) untuk kabupaten di Pulau Jawa;
·
Peta dasar yang digunakan
adalah peta Rupa Bumi Indonesia dari Bakosurtanal
·
Pada proses pengolahaan data
neraca sumber daya lahan dilakukan dengan menggunakan teknis tumpang tindih atau
overlay, metode ini membutuhkan perangkat keras yang mumpuni. Oleh karena itu
perlu diadakan program pengadaan perangkat komputer yang spesifikasinya dapat
menjalankan perangkat lunak program ArcGis versi terbaru. Untuk pencetakan peta
tematik sumber daya lahan perlu menggunakan perangkat plotter yang dapat
mencetak peta dengan ukuran besar. Untuk keperluan survey lapangan diperlukan
alat GPS sebagai alat navigasi dalam pengambilan titik sampel dan juga
perangkat kamera sebagai alat dokumentasi.
·
Perlu dilakukan program
inventarisasi data-data pendukung sumber daya lahan baik data spasial maupun
tekstual dalam bentuk hardcopy ataupun softcopy yang dapat mendukung penyusunan
neraca sumber daya lahan. Data tersebut dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu
data yang mendukung data aktiva dan data yang mendukung data pasiva. Selain itu
data-data yang dikumpulkan juga dapat digunakan untuk mendukung analisis neraca
lahan yang disusun.
·
Perlu dibentuk peraturan
pemerintah yang mewajibkan penyusunan neraca sumber daya lahan oleh pemerintah
daerah supaya penyusunannya dilakukan secara iteratif dan berkala karena menjadi
tugas pokok dari pemerintah daerah dan wajib dilaksanakan oleh aparatur
pemerintah daerah tersebut. Dengan demikian penyusunan neraca sumber daya lahan
tersebut tidak dijadikan suatu proyek yang kemudian dilakukan oleh konsultan.
·
Untuk memudahkan proses
penyusunan neraca sumber daya lahan maka perlu dibuat suatu SOP (standar
operasional prosedur) yang lengkap dan mudah dimengerti sehingga SOP tersebut
dapat digunakan sebagai acuan yang memudahkan penyusunan neraca sumber daya
lahan oleh aparatur pemerintah.
·
Selama ini yang menyusun neraca
sumber daya lahan adalah Badan Informasi Geospasial, oleh karena itu perlu
dibentuk program pendampingan kepada pemerintah daerah oleh BIG dalam rangka
penyusunan neraca sumber daya lahan.
E.
Ringkasan
1. Penyusunan
neraca sumber daya lahan spasial sangat dibutuhkan untuk menyusun program
pengelolaan sumber daya alam karena dapat memberikan gambaran kecenderungan
pemanfaatan sumber daya lahan.
2. Penggunaan
lahan di Kota Surakarta didominasi oleh lahan perumahan tidak teratur , yaitu
sebesar 3.128,03 Ha.
3. Berdasarkan
jenis penggunaan tanahnya, maka pertanian tanah basah merupakan jenis
penggunaan tanah yang paling tinggi perubahannya, dimana dari luasan sebesar
187,04 Ha (tahun 2006) turun menjadi 151,36 Ha (tahun 2012) atau mengalami
penyusutan luasan sebesar 49,53 Ha. Berkurangnya luasan tanah pertanian tanah
basah tersebut dikarenakan adanya alih guna lahan menjadi jasa pendidikan
seluas 0,30 Ha, perdagangan umum seluas 0,95 Ha, perumahan teratur seluas 0,41
Ha, perumahan tidak teratur seluas 21,12 Ha, tanah kosong seluas 10,95 Ha dan
pertanian lahan kering seluas 1,94 Ha.
4. Dalam
peningkatan kapasitas daerah di bidang penyusunan neraca sumber daya lahan
diperlukan peningkatan terhadap kapasitas sumber daya manusia yang kompeten,
peningkatan kapasitas itu dapat dilakukan dengan cara melakukan bimbingan
diklat maupun non diklat, melakukan penerimaan pegawai baru, dan melakukan
rotasi pegawai. Pengadaan sarana dan
prasarana yang mendukung penyusunan neraca sumber daya lahan daerah juga
diperlukan dalam rangka peningkatan kapasitas daerah seperti , pengadaan
perangkat keras komputer, dan perangkat lunak program sistem informasi geografis
dan penginderaan jauh.
5. Peraturan
pemerintah mengenai penyusunan neraca sumber daya lahan yang harus disusun oleh
pemerintah daerah merupakan hal yang penting sebagai pendorong agar pemerintah
daerah melakukan kegiatan penyusunan neraca sumber daya lahan secara iterative dan
berkala , tidak hanya sebagai proyek yang dikerjakan oleh konsultan.
DAFTAR
PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2013. Kota Surakarta
Dalam Angka Tahun 2013. Jakarta
Badan Informasi Geospasial.2002. SNI
19-6728.3-2002. Jakarta
CIDA Policy Branch. Capacity Development, Why,
What and How. Occasional Series Vol No.1,
May 2000.http://www.acdi-cida.gc.ca/index-e.htm
Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta. Surakarta
Pemkot Surakarta. 2014. Penyusunan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RDTR Kota Surakarta Kawasan I – Tahun 2014.
Surakarta
UNDP. Capacity Development. Capacity
Development Practice Notice, July 2006. http://www.undp.org/oslocentre
Undang-Undang nomor 32 tahun 2009.
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang nomor 26 tahun 2007. Penataan
Ruang
Comments
Post a Comment