Geografi dan Globalisasi

Pendahuluan
Setiap Cabang ilmu pengetahuan termasuk ilmu geografi mesti memiliki dasar- dasar filosopinya,
untuk menjawab mengapa ada ilmu geografi, apa ilmu geografi itu, apa kegunaan ilmu ini pada masa
lalu, sekarang dan masa akan datang dan seterusnya. Tentunya pertanyaan seperti ini apabila
argumennya tidak mendasar atau tidak menyangkut hal yang esensial maka jawaban dari
pertanyaan diatas akan membuat pudar ilmu tersebut. Sejak peradaban kuno berbagai cabang ilmu
pengetahuan sudah mulai lahir dari proses keingin tahuan terhadap sesuatu di kala itu atau dari
penemuan/pengalaman empiris selama mejalani hidup. Ilmu geografi pun demikian. Diawali keingin
tahuan posisi keberadaannya dan keingin tahuan ada apa didaerah tetangganya mengawali ilmu
geografi ini lahir. Peta kuno banyak kita jumpai sebagai bukti catatan penjelajahan dan upaya
memahami kondisi geografis saat itu. Kini di era teknologi informasi kandungan informasi yang
menyangkut kondisi suatu wilayah sangat dibutuhkan dan menjadi kebutuhan dasar untuk
mengambil keputusan pada berbagai lapisan atau tingkat pemanfaatannya. ilmu geografi tidak
terlepas dengan Peta sebagai alatnya dan juga sebagai produk telaahan atau kajian cabang ilmu
pengetahuan ini.
Naskah ini disusun untuk menyajikan urian tentang ilmu geografi, menceritakan tentang dasar-dasar
atau esensi ilmu geografi dan geografi dimasa sekarang khususnya di era Globalisasi. Diharapkan
dapat dijadikan sumber pemahaman akan esensi ilmu geografi.
Definisi- definisi
Filsafat Geografi: adalah bahagian dari ilmu filsafat yang menyangkut epistemologi, metafisik dan
axiologi tentang geografi berkaitan dengan metodologi secara umum, persepsi dan representasi
tentang ruang dan lokasi.
Geografi adalah disiplin ilmu yang mengeksplor hubungan bagaimana lingkungan dipengaruhi oleh
proses alam, bagaimana masyarakat menghasilkan organisasi, pemanfaatan dan kekeliruan
memanfaatkan lingkungan dan bagaimana masyarakat itu sendiri dipengaruhi oleh faktor lingkungan
sebagai tempat mereka hidup/berusaha. (Davis Kenneth C, 2013)
Geografi adalah bidang ilmu yang membuat kita mungkin untuk menjawab pertanyaan tentang
dunia kehidupan kita dan sekitarnya, tentang dimana kita dan benda itu berada, bagaimana
danmengapa ada di sana?. Kita juga dapat menyampaikan pertanyaan tentang sesuatu hal yang
dapat dikenang dari aspek lokasi keberadaanya. (HeatWol Charles,2002)
Geografi adalah ilmu pengetahuan tentang ruang dan lokasi/tempat dipermukaan bumi,
menyangkut fenomena alam dan manusia yang merubah kondisi lingkungan dan ruang permukaan
bumi ini.

Apa Geografi itu?
Ekpresi pertama tentang geografi tidak terlepas dari pertanyaan yang sangat mendasar ttg:
Dimana kita berada?
Bagaimana kita bisa berada disana?
Ada apa dibalik gunung sebelah sana?
Fenomena atau kejadian apa yang terjadi ?
Mengapa terjadi disana?
Bagaiman cara memahaminya?
Pertanyaan sejenis ini yang mendorong manusia berpindah tempat berkelana mencari tempat
tinggal yg lebih subur.
Geografi tidak sesederhana berawal dan berakhir dengan peta menunjukkan lokasi kota kota atau
suatu negara. Peta tidak akan cerita banyak, yang menceritakannya adalah geograf. Geograf
mendiskripsikan interaksi anatar objek yang terkandung dipermukaan bumi yg disajikan dalam peta.
Geografi dikenal pula sebagai induk ilmu pengetahuan, geografi merupakan hub pusat dari suatu
lingkaran dimana cabang ilmu lainnya memancar keberbagai arah seperti cabang ilmu meteorologi
dan klimatologi, ekology, geologi, oceanografi, demografi, kartografi, pertanian, ekonomi, politik.
Pada tingkatan tertentu semua ilmu tersebut berhubungan dengan faktor geografi.(Heat Wol
Charles,2002)
Geografi adalah untuk kehidupan dalam berbagai hal; hidup panjang, hidup berkelanjutan dan hidup
yang berubah kearah yg lebih baik.
Geografi mendiskripsikan perubahan pola pada suatu ruang muka bumi. Melalui peta geograf dapat
mendiskripsikan bagaimana suatu pola bisa terjadi. Geograf terus bertanya tentang segala hal untuk
lebih memahami kenampakan fisik dan budaya pada suatu lokasi dan seting kondisi alamnya di
permukaan bumi.
Sejak lama kiprah geografi berkaitan dengan peta, yakni memetakan bumi dan fakta daerah
dipermukaan bumi, hal ini telah menjadi upaya pemahaman analisis suatu ruang/tempat. Penuh
harapan untuk mengetahui dimana dan mengapa ada dan terjadi disana. Selanjutnya geografi
menjadi disiplin yang dapat diaplikasikan dalam hal kegiatan untuk mencari, mengidentifikasi dan
mengindikasikan lokasi terbaik untuk peletakan rumah sakit, pusat perbelanjaan, pabrik atau fasilitas
lainya.
Geografi memahami Dunia perbedaan. Kita hidup di planet yang sangat menarik dan bervariasi
berubah tanpa akhir. Terminologi hidup di planet yang menarik dan berubah bervariasi tanpa akhir
berkonotasi bahwa dunia ini kompleks. Kompleks karena tidak ada dua daerahpun yang memiliki
kesamaan satu sama lainnya. Disatu pihak kompleks membuat planet ini menakjubkan, di lain pihak
membawa prosfek belajar tentang kekompleks an ini menarik tanpa akhir. Hal ini berimplikasi pada kajian bidang geografi menjadi lebih menantang dan membuka lapangan kajian geografi lebih luas.

Semua manusia tertarik terhadap bumi dimana kita tinggali ini. Mereka ingin mengatahui lebih jauh,
seperti apa, dimana dan mengapa demikian?lebih penting lagi mereka ini memahami tempat
mereka berada. Hal ini merupakan kajian geografi yang menyiapkan jawaban untuk memenuhi
keingintahuan tentang hal- hal tsb.
Sejak zaman Kuno hingga kini....
Geografi berawal dari dua huruf mesir kuno: ge berarti bumi dan graphe berarti diskripsi. Mesir
kuno menerapkan geografi sebagai upaya mendiskripsikan bumi, mereka mencatat lokasi, merekam
peristiwa dan karakteristik suatu daerah. Pengetahuan jauh dekatnya jarak antara suatu lokasi
daerah dipergunakan untuk kepentingan berniaga, komunikasi dan administrasi.
Ilmuan mesir kuno bernama Eratosthenes (meninggal sekitar 192 BC) dikenal sebagai bapak geografi
karena memperkenalkan istilah geografi ini, namun jauh sebelum eratosthenes ribuan tahun
sebelumnya dikenal pula Homer sebagai bapak geografi yg terkenal dengan puisinya berjudul
odyses. Kedua ilmuan mesir kuno ini dikenal sebagai bapak geografi. Di abad pertengahan sekitar
tahun 1500an tersusun peta dunia karya Strabo yg cukup populer.
Sesungguhnya bila kita kembali mengenang masa mesir kuno, geografi mengajarkan kita tentang
subjek pengetahuan paling tua. Secara naluriah keingin tahuan tentang keberadaan kita disuatu
tempat sedah melekat dimasing- masing individu. Bila kita berdiri ditepi pantai terbesit
keingintahuan ada apa diujung lautan yang luas disana, berapa jaraknya hingga dapat menemukan
daratan , sehingga keingintahuan inilah yang membawa Columbus dan Magellan untuk melakukan
ekspedisi mencari tempat baru. Para geograf sejak mesir kuno hingga awal abadke 19 sebahagian
besar melakukan ekspedisi dan eksplorasi bumi, mengumpulkan informasi tentang suatu daerah
yang baru ditemukan dan diindikasikan lokasinya secara akurat pada sebuah peta. Sehingga
pekerjaan geograf indentik dengan membuat peta, mempelajari peta dan mengingat lokasi setiap
objek yang dijumpai. Kini sejak beberapa dekade terakhir geografi berkembang dan mengalami
diversifikasi kajian. Pendekatan lama yang fokus pada lokasi suatu objek dan diskripsi nya telah
meningkat melalui pendekatan baru yakni perluasan analisis, uaraian yang lebih komprehensif dan
signifikan. Diatas segalanya itu, hal tersebut dapat dilakukan karena adanya dukungan dengan
berkembangnya teknologi, khusunya teknologi remote sensing melalui satelit dan teknologi
komputer. Sehingga meningkatkan kemampuan kejian geografi lebih luas, lebih kompleks dan lebih
berdaya guna, dimana sebelumnya tidak mungkin dapat dilakukan.
Kesalah pahaman tentang Geografi.....
Dalam perjalannya terjadi kesalah pahaman tentang geografi. Banyak orang tahu tentang geografi
sekedar pembuat peta dan menghafal lokasi suatu objek pada sebuah peta tersebut. Pengetahuan
tentang lokasi penting dan sangat bermanfaat, informasi tentang lokasi suatu kejadian sangat
diperlukan sehingga bila kita tahu lokasinya sangat dirasakan manfaat informasi tersebut untuk
diperhitungkan bagaimana untuk mencapai daerah tersebut berapa jarak dan berapa lama waktu
tempuh dst. Jadi menghafal atau mengingat tentang lokasi suatu objek atau peristiwa pada suatu
peta memang perlu dan merupakan konteks dasar geografi, sama halnya mengingat/ menghafal
tanggal atau waktu suatu kejadian dalam pelajaran sejarah, atau sama halnya dengan mengingat/

menghafal tabel perkalian atau tambah kurang dalam pelajaran matematika. Subjek ini merupakan
pondasi yang melandasi pengembangan pemahaman atau pengertian tentang ilmu tersebut. Jadi
geografi sangat peduli soal lokasi, ruang dimuka bumi, ruang nyata bukan ruang abstrak, melakukan
eksplorasi, analisis lebih lanjut dan tidak sekedar menghafal lokasi pada peta dari objek tersebut.
(Geography and History: Bridging the Divede, Baker Alan.R.H., 2003 Cambridge University Press)
Geografi adalah disiplin ilmu yang membahas kejadian/ fenomena lingkungan
hidup yang dipengaruhi oleh proses alam, bagaimana masyarakat berorganisasi
dan memanfaatkan lingkungan hidup, dan bagaimana kondisi masyarakat itu
sendiri yang dipengaruhi oleh lingkungan tempat dimana masyarakat tersebut
berada. Jadi Geografi mempelajari keduanya yakni alam dan kehidupan serta
interaksinya. Fokus kepada ruang, tempat dan wilayah pada rentang proses
jangka waktu panjang maupun pendek serta pola resultannya (Karsidi, disarikan
dari berbagai sumber).
Kontribusi ilmu geografi adalah fokus pada ruang dan lingkungan sebagai prinsip dasar
yg dipelajarinya. Peter Hagget (2001) menyatakan bahwa ilmu geografi:
Peduli terhadap objek utama menyangkut muka bumi ketimbang ruang abstrak;
Fokus terhadap aspek keruangan suatu kehidupan dan lingkungan serta hubungan
timbal baliknya.
Sensitif terhadap sumberdaya, variasi serta distribusinya di muka bumi.
Menyimak definisi atau uraian tentang geografi diatas dapat kita pahami bahwa ilmu
geografi ini akan memiliki peran dalam pemanfaatnya pada berbagai sektor
pembangunan, mengingat aktivitas pembangunan berada di muka bumi pada ruang
nyata bukan diruang abstrak.
Ilmu Geografi Kini dan masa depan
Geografi dalam perubahan Global.
Secara alamiah Globalisasi adalah bahagian dari aspek Geografi (Storper, 1977 dalam, Geographies
of Global Change, 2002). Ada empat point sebagai berikut yang dapat diuraikan dalam kaitanya
antara Geografi dan globalisasi.
1. Geografi dan Globalisasi
Faktanya bahwa geografi sebagai disiplin ilmu memiliki tradisi global – jauh sebelum munculnya
globalisasi sebagai sebuah konsep. Hal ini memungkinkan seorang geograf melakukanpendekatan
globalisasi melalui perspektiv geografi sejarah, mengidentifikasik secara spesifik tentang globalisasi
kontemporer. Pandangan tentang geografi dan globalissi ini melalui lensa geografi sebagai disiplin

ilmu menhindari paham keberadaan dengan asumsi ketidak jelasan hari ini tanpa mempertanyakan
perbedaan tentang bentuk kontemporer dari globalisasi dan apa kecenderungan sejarahnya.
Secara harpiah geografi artinya uraian atau diskripsi tentang bumi, dan oleh karena itu secara
substansi menyangkut aspek global. Sebagai contoh, untuk beberapa abad lamanya geografi sangat
berhubungan dengan eksplorasi eropa sebagai bahagian dunia, selanjutnya dipahami geografi dan
eksplorasi merupakan dua hal yang identik. Kartografi sebagai salah satu ekspresi pandangan
geografi memiliki misi dan ambisi global untuk menggambarkan batas antar negara dan batas dunia
yang kita ketahui secara luas. Di Universitas di German pada abad ke 19 dengan diawali kreasi
geografi sebagai disiplin ilmu secara akademik keterkaitan global terus dikelola dan ditegakkan.
Contoh di Netherland, Universitas yang mengawali bidang geografi dirancang secara khusus dalam
bentuk “Geografi Kolonial”.
Sebagai disiplin ilmu moderen, geografi adalah produk imperial (Godlewska dan Smith, 1974).
Kegiatan ekpansi Eropah pada abad 19 akhir “masa imperial klasik” menghasilkan situasi global –
Dunia terhubung dan teritegrasi secara politik dan berhubungan satu sama lainya seperti berada
pada satu benua.Global berposisi sebagai jantung dari pembangunan disiplin ilmu geografi di
Uinversitas2 di Eropa pada tahun 1900an. A.J.Herbertson (1910) membagi dunia sebagai “natural
region” yang besar untuk dukungan kebijakan imperial. Dia mengadvokasi agar pemerintah
membangun departemen geografi statistik yang diisi oleh para geograf untuk memetakan dan
mengevaluasi nilai ekonomi masa sekarang dan akan datang diregion tersebut sebagai alat untuk
perencanaan imperial. Melalui strategi ini secara eksplisit visi global telah terinisiasi sebgai strategi
perencanaan untu keluar dari wacana multinasional korporasi kontemporer. Pengkombinasian
imperial power dengan pengetahuan lingkungan oleh Herbertson adalah typical kreasi geografi di
Universitas 2 pada awal pertenganan abad ke 20. (Taylor 1993a).
Satu yang sangat populer tentang model imperial power dan pengetahuan lingkungan masuk dalam
geografi adalah modelnya Mackinder (1904,1919)tetang “Heartland thesis”. Model ini
mengidentifikasi zone pusat Eurasia sebagai daerah khusus yang aman dari sekitarnya sebagai
kebijakan geopolitik untuk strategi global. Diawali dengan argument sederhana tentang kekuatan
daratan versus kekuatan maritime, visi global Mackinder ini terus hidup dan berkembang ke
peningkatan kekuatan udara (pesawat dan missil) sebagai strategi geopolitik era perang dingin.
Dengan USSR yang memegang prinsip kekuatan darat, berarti model Mackinder ini menyajikan
secara dominant pemahaman ruang untuk sepanjang abad ke 20 ini. Dilain pihak dibelahan Atlantik,
Isaiah Bowman, geographer, presiden suatu Universitas , dan akhli strategi kebijakan luar negeri,
memainkan peranan hal yang sama sebagai model geopolitik dunia yang menumbuhkan hegemonya
Amerika Serikat pada awal abad ke 20 (Bowman 1921). Namun demikian sepanjang paruh kedua
abad ke 20, geopolitik sebahagian besar dirancang diluar disiplin ilmu geografi (Dalby 1990). Diambil
alih strategi global perang dingin, konsep heartlandnya Mackinder terpisah dari mainstream
geografi. Hal ini merupakan proses perubahan human geografi dari skala global menjadi norma ilmu
social dimana didominasi kepedulian terhadap kegiatan social pada skala Negara atau dibawahnya
(Taylor 1996a).
Geografer tidak terlepas dari konteks skala global, maksudnya sangat erat dengan “planetary
interdependence” yang melatarbelakangi disiplin ilmunya. Pada masa melemahnya perang dunia ke
II suatu yang diketahui begaimana terbangunnya pondasi adanya jenjang perbedaan global dibawah

pengaruh hegemony Amerika Serikat. Himbauan Presiden Truman untuk melaksanakan demokrasi
telah menghasilkan bomingnya studi “pembanguanan”, tidak seperti boming tentang “ globalisasi”
sekarang ini, terdiri dari evaluasi potensi pertumbuhan ekonomi negara demi Negara. Dekolonisasi
menciptakan kesempatan baru tentanga investasi produktif dan keuangan sebagai awal keretakan
sistim imperial menghasilkan singkatan baru tentang premis “planetary interdependency” menjadi
premis “Pembangunan”. Pada tahun 1960, Marshall McLuhan (1962) telah memulai bicara tentang
kampong global ( global village) sebagai inovasi dalam sector komunikasi yang menjajikan lahirnya
intagrasi secara mendunia (worldwide). Pada akhir tahun 1960an dan 1970an global reemerged
sebagai skala utama tentang konensus umum untuk pertama kalinya sejak era imperialis. Terjadi
dalam tiga dugaan: Pertama, adanya kepedulian tentang issue lingkungan hidup-peduli terhadap
kerentanan planet bumi-khusus dalam hubunganya dengan perpindahan penduduk antar Negara
dan permasalahan lingkungan hidup. Kedua, tumbuhnya korporasi multinasioanl dan cakupan
globalnya menghasilkan divisi baru tentang buruh internasioan. Dan ketiga, adanya perhatian
terhadap keseimbangan global, termasuk kebutuhan terhadap orde baru tentang ekonomi
internasional sebagai konsekuensi meningkatnya harga minyak pada tahun 1973 dan 1979 dan oleh
karena kolepnya harga komoditas dimana merupakan ketergantungan ekonomi dunia ketiga.
Isu-isu ini seluruhnya diinisiasi melalui pendekatan “auspices’ berbagai institusi multilateral, dan
selajutnya sebagai materi hubungan internasional, secara tersirat kini kita ketahui dari masingmasing
itu merepresentasikan sebagai aspek perbedaan tentang “ globalisasi” ; integrasi global,
global governance, dan keseimbangan global (global inequity).
Ilmu Sosial secara umum dan ilmu human geografi khususnya mersepon kepedulian tersebut diatas
dengan mengembangkan studi-studi bersekala global ditengah-tengah kegiatan penelitaian normal
yang mempokuskan pada sekala Negara atau dibawahnya. Pada tahun 1980an pedekatan baru
tentang analisis pada skala global menjadi perhatian kajian human geografi, sebagai contoh: adanya
studi tentang korporasi multinasional (Taylor dan Thrift, 1982), kajian Geografi politik tentang
system geopolitik dunia (Taylor 1985), kajian ulang dalam Geografi pembangunan (Corbridge
1986;Peet 1991), melalui geografi ekonomi global (Dicken 1998). Dalam overview “Global
Geography” (Johnston dan Taylor, 1986) Banyak topic tambahan lainya termasuk yang menyangkut
social-budaya.
2. Geografi dalam era Globalisasi
Mencoba untuk memperkenalkan ide bahwa globalisasi adalah dibentuk dengan perbedaan jenis
suatu ruang dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Mendiskusikan hubungan antara ruang
sutu tempat dan arus pada suatu ruang. Terminologi Geografi dalam era globalisasi ini merupakan
pandangan globalisasi melalui lensa geograf untuk menghindari global sebagai tahapan
terbentuknya sutu bangsa.
Kontribusi para geograf dalam perdebatan globalisasi tidak hanya terbatas pada perluasan skala
dalam analisis konvensional pad tingkatan Negara saja, namun mempromosikan pula pemikiran
global diatas skala-skala aktivitas analisisnya. Pada kenyataanya satu yang paling positif gambaran
yang penting dari geograf akhir-kahir ini “engagement” dengan global dimana telah menginterrogate

arti dari skala dalam berbagai studi geografi. Sekurang-kurangnya ada dua poin dalam pemahaman
baru tentang skala;
Pertama, membuat skala memiiliki ketergantungan satu dengan lainya. Kita bisa melintas batas dan
meninggalkan suatu Negara, tapi tidak akan dapat memindahkannya diluar pemahaman skala
geografi. Seorang geograf menggunakan istilah seperti “Globalisasi” (Swyngedouw, 1977) dan istilah
“global-lokal” (Pred dan Watts,1993) untuk menegaskan kembali gagasan bahwa skala dalam
geografi berhubungan secara alam.
Dalam berbagai analisa dimana bertepatan dengan skala lokal versus global berkembang, sangat
mempengaruhi agenda penelitian. Hal ini tentunya melegitimasi tentang pertanyaan mengenai
variable “salience” tingkatan skala untuk kegiatan tertentu dan pada masyarakat yang berbeda.
Disinilah kenyataannya geografi “intrinsic” terhadap globalisasi. Globalisasi adalah menyangkut
perubahan hubungan antara skala-skala geografi. Dunia kita sedang meninjau ulang peran skala
melalui pemetaan geografi tentang berbagai kegiatan dan fungsi. Terkadang hal ini melibatkan
perubahan proses ke institusi diatas satu negara, pada kesempatan lain bisa juga dibawah skala satu
Negara, dan melalui Negara-negara itu sendiri berubah dan beradaptasi, tidak berarti menjadi tidak
penting.
Poin kedua, skala geografi adalah dalam aktivitas manusia tidak sekedar “emerge”, mereka
membangun melalui berbagai aktivitas (Smith 1993). Disinilah pentinya kontribusi geografi dalam
perdebatan tentang globalisasi, karena hal ini tidak sekedar terjadi “inevitable” tentang peningkatan
besaran skala suatu kegiatan, dan tidak juga peniningkatan global dimasa akan datang. Globalisasi
tidak lagi alami dibanding imperialis yg telah berlangsung. Selanjutnya telah dijustifikasi dengan
diterminasi rasial dan legitimasi terdahulu tentang paham diterminasi pasar. Dibutuhkan pengaturan
kembali Negara sejahtera dan untuk memperoleh harga yang tepat. Dominasi retorik pro-pasar oleh
para politisi dipenjuru dunia adalah refleksi yang terjadi saat ini dan berkontribusi terhadap
perkembangan globalisasi kontemporer. Tentu, globalisasi tidak hanya sekedar retorik, pemikiran
ulang peran skala adalah putaran terkini tentang penetapan aspek spasial yang tepat. Seperti
penempatan secara spasial tentang pergerakan modal dari perolehan rendah ke tempat-tempat
yang memiliki perolehan tinggi dalam stukturisasi tentang produk dan konsumen dalam kaitanya
dengan pemecahan adanya krisis keuntungan.
Hubungan perubahan skala antara skala-skala geografi dapat dilihat sebagai contoh pada
meningkatnya pembaharuan dan perbedaan bentuk nasionalisasi. Di Nigeria sebagai contoh, skala
Negara bangsanya merupakan hasil era kolonial yang dideklarasikan kemerdekaannya pada tahun
1960, telah dipotong oleh kondisi darurat yang dikenal dengan “ethno” atau sub-nasionalisasi.
“Impoverished produksi minyak komunita-komunitas ethno di delta nigeria menjadi klaim masingmasing
dalam kaitanya dengan wilayah teritorinya (skala lokal atau komunitas) sesuatu yang
berlawanan dari proses global (hadirnya perusahaan minyak raksasa dan aturan pasar dunia). Pada
waktu yang bersamaan, Nigeria sedang memasuki era ruang global dengan Bank Dunia dan IMF
melalui program “austerity dan adjustment” sebagai cara kompromi “sovereignty dan integritas
suatu Negara bangsa.
(masuk diskusi kondisi NKRI…. Cari bahan tentang perkembangan Negara bangsa NKRI, otonomi
daerah dst)

Pada hal yang paling mendasar, skala baru global tentang aktifitas telah menjadi suatu respon
kolektif tentang modal terhadap stagnanya ekonomi pada ekonomi dunia yang diawali pada tahun
1970an. Tetapi seberapa pasti hal ini terjadi? Kebanyakan perlakuan tentang meningkatnya
globalisasi dimulai dengan konsep mengecilnya dunia (Shrinking World), idenya diawali bahwa
sepanjang perjalanan waktu, belahan dunia yang berbeda telah menjadi semakin dekat dan
bergabung karena lahirnya kemajuan teknologi dibidang transportasi dan komunikasi (Allen dan
Hamnett 1995). Dibidang transportasi kemajuan teknologinya telah memangkas waktu tempuh
untuk mencapai suatu tempat, yakni diawali pada awal abad ke 19, dengan terciptanya mesin uap
dan dibangunya rel kereta api dan kapal uap, sebelum beralih ke mobil, truk dan pesawat jet diabad
ke 20an. Namun demikian, untuk globalisasi teknologi komunikasi adalah yang paling utama dan
terpenting (Hugill 1999), karena melalui teknologi komunikasi ini proses lintas ruang menjadi
semakin mudah terhubung satu sama lainya. Diawali dengan terciptanya telegraf pada awal abad ke
19, pesan melalui kode-kode tertentu dapat dikirimkan dalam jarak jauh dan waktu tempuh yang
singkat menghubungkan antara pengirim pesan dan sang penerima. Kemajuan dibidang radio dan
kable transmisi secara bersama-sama mempermudah terjadinya komunikasi telepon trans-atlantik
ditahun 1950an. Hal ini memiliki pengaruh yang sangat luar biasa; yakni membuat fungsi kontrol
menjadi terpusat. Seperti yang berlangsung pada tahun 1960an, Ford dapan menjalankan fungsi
pengawasan terhadap operator yang berlokasi di Eropa dari kantor pusatnya di Detroit melalui
sarana komunikasi ini (Hugill, 1999).
(diskusikan bagaiman di Indonesia yang terdiri dari kepulauan………kita punya stelit palapa dst
dst…)
Globalisasi tidak sekedar menyangkut teknologi komunikasi yang mebuat dunia semakin mengecil.
Inovasi-inovasi baru ditahun 1970an membawa terjadinya konvergensi anatar industry komunikasi
dengan industry computer (cooke et al. 1992). Kombinasi komunikasi dan komputasi menciptakan
kekuatan baru yang ditunjang teknologi. Pada awalnya, hal ini sangat membantu sebagai fungsi
control (sentralisasi) jauh sebelum komunikasi via telepon menjadikan fungsi informasi dan analysis
jarak jauh. Sentralisasi yang terjadi bukan hanya outcome dari teknologi ini, namun menghasilkan
fleksibilitas produksi dan distribusi yang memungkinkan terjadinya desentralilasi fungsi ekonomi.
Lebih dari itu, perkembangan ini tidak terbatas pada proses ekonomi; komunikasi termasuk industry
media, jadi kombinasi baru ini telah meluas pengaruhnya ke bidang sosial-budaya sehingga
terlahirlah istilah”Desa Global” (Global village). Bahagian yang paling penting adalahsaluran media
berkampanye mempromosikan banyak hal bersifat konsumtif yang memiliki konsekuensi masa
depan terhadap kondisi lingkungan hidup. Kulminasi dari perkembangan teknologi ini ditunjukkan
dengan hadirnya Web (the world wide web) sehingga lahir e-marketing, e-commerce dan dengan
memanfatan e-mail serta telekonferen lahirlah “global managers” dan “Smart offices” dirujuk
pula sebagai lahirnya super cepat jalur informasi dengan cyberspacenya.
Pertukaran informasi telah menjadi elemen kunci dari tranmisi global, para peneliti menduga hal ini
sebagai cerminan terjadinya perubahan fundamental di masyarakat. Istilah-istilah seperti “era
informasi”, “masyarakat berpengetahuan”, “melek teknologi” dll, sudah lazim kita dengar. Teori
yang sangat berpengaruh adalah teorinya Manual Castells (1996) yang berargumentasi bahwa kita
hidup di era informasi sebagai kelanjutan era industry dimana telah menghasilkan jaringan

masyarakat baru. Pemikiran ini sangat penting untuk para geograf, karena dia mengidentifikasi
ruang baru dijantung masyarakat baru yang terbentuk ini. Menurut Castels, hingga tahun 1970an,
masyarakat modern sebgai “constituted” dari spaces of places (ruang dari lokasi), seperti adanya
tetangga, region dan Negara. Dilain pihak Jaraingan masyarakat baru adalah constituted sebagai
space of flow (ruang dari arus), seperti myrad of lingkage, connection dan relation across space.
Ruang dari arus terdiri dari dua tingkatan yakni infrastruktur dan organisasi. Awalnya adalah “wired
world” (dunia tersambung melalui kabel), dengan tersedianya hardware didukung oleh software
menjadikan dunia terhubung secara elektronik. Selanjutnya terbentuk pola masyarakat yang
terhubung antara individu dengan instisusi dimana membuat jaringan masyarakat dapat beroperasi.
Keduanya ini jelas merupakan wacana baru untuk bidang geografi dan tahap awal untuk dipahami
lebih lanjut. Elektronik supercepat memungkinkan lahirnya cyberspace, namun pada kenyataanya
masih belum beroperasi penuh terutaman dimana dioperasikannya, bagaimana merawatnya dst itu
masih dalam pengembangan. Jaringan social lahir dalam berbagai bentuk namun yang paling
“conspicuous” adalah jaringan kota dunia dimana pelayanan korporasi berada diwilayah terberat
intersek informsasi dimana dapat berubah menjadi pengetahuan professional dan sell ke clientnya
(Sassen, 1991). Pelayanan seperti devising instrument keuangan baru,mengadvi dalam inter hulum
juridiksi, dan menciptakan kampanye melalui iklan secra global yang terkonsentrasi di kota dunia ini.
Myriad ruang dari arus global ini merupakan kritikan geografi terhadap globalisasi.
Seperti halnya dalam skala geografi, kita tidak bisa memilih hanya satu tipe ruang dan menampikan
tipe ruang lainya. Ruang dari tempat atau lokasi tidak hilang dengan kelahiran jaringan masyarakat.
Kota, sebagai contoh mungkin dapat dipertimbangkan sebagai simpul di sebuah jaringan tersebut
dan juga merupakan tempat yang jelas keberadaannya. Tentu banyak pula ruang dari arus sebelum
tahun 1970an. Apa yang dibicarakan disini adalah perubahan keseimbangan kepentingan antara dua
bentuk arus tadi. Fred Cooper (2001) mengatakan,” tidak dibutuhkan untuk memilih antara retorika
tempat penyimpanan dan retorika dari flow/arus”. Kemapuan teknologi informasi dan komputasi
telah menciptakan situasi dimana flow/arus telah menjadi relative dominan di lokasi yang lahanya
mahal. Human geografi berlanjut kesulitan untuk memisahkan hubungan antara tempat dan
flow/arus. Globalisasi kotemporer member tekanan antara tempat dan flow sebagai cerminan
langsung dari power raltivitas dibanyak ketidak seimbangan geografi tentang gobalisasi.
3. Geografi tentang Globalisasi
Mendiskripsikan sebaran keruarangan sesuatu pada tatanan global. Perbedaan intensitas banyak hal
dibawah pertimbangan globalisasi memunculkan kekuatan tradisi sosial geografi, tidak hanya
mennata tapi juga menningkatkan melalui globalisasi. Dalam hal ini mencoba untuk dapat
menghindari kekutan totalisasi, suatu ide bahwa globalisasi adalah melintasi narative, tak memiliki
batas medan hubungan anatar satu sama lain dimana melebihi perubahan sosial yang ketahui.
Pada awalnya kelihatannya aneh bahwa globalisasi berkaitan dengan geografi, berkaitan dengan
variable distribusi lintas ruang. Globalisasi terjadi dimana-mana namun prosesnya tidak seragam,
keluaranya mengikuti pasar dunia dan polanya terhitung sederhana. Peningkatan globalisasi
terpasarkan melalui meningkatnya polarisasi materi antar region untuk setiap kota global dalam
jaringan kota-kota global, seperti yang disampaikan Castle sebagai “black hole” dari marginalisasi

dan exclusion jaringan global masyarakat. Holm dan Sorensen, 1995 menyebutnya sebagai ketidak
merataan globalisasi.
Diawali pada era pembangunan dapat dicatat bahwa proporsi laju pertumbuhan penduduk dunia
dengan income perkapita yang memadai meningkat tiga kalinya, 5% lebih antara tahun 1965 dan
1980. Industrialisasi baru di Negara-negara Asia Timur memiliki pengalaman sejarah laju
“unprecedented” tentang “industrial compression”. Taiwan, Korea Selatan pada era postcolonial
sebagai contoh, adalah merupakan Negara berkembang (underdeveloped) sebagai Negara
pengekspor wigs, gula dan beras pada tahun 1950an. Namun tercatat tidak terjadi pemerataan dan
terjadi ketidak seimbangan struktur khususnya pada kalangan perempuan. Dari 1,3 milyar penduduk
miskin 70%nya adalah perempuan. Antara tahun 1965 dan 1988 jumlah penduduk perempuan
pedesaan hidup dibawah garis kemiskinan mencapai 47% dibandingkan dengan laki-laki yang 30%
(UNDP 1996). Kondidi kemiskinan yang masal ini menjadi hambatan untuk terjadinya perubahan
gaya hidup masyarakat dan kebijakan pembangunan. Bila peristiwa penurunan kemiskinan ini
berlangsung proposional untuk penduduk dunia pada periode paska perang, jumlah anggota yang
turun dibawah garis kemiskinan absolute “unequivocally” meningkat .
Pada periode mulai tahun 1980, pertumbuhan ekonomi di 15 negara telah membawa peningkatan
pendapatan dari sekitar 1,5 milyar penduduk, sekalipun 1 dari 3 penduduk masih hidup miskin dan
lebih dari 1 juta penduduk tidak terlayani pelayanan social dasar.
Menempatkan kemiskinan pada kanpas besar dunia paska perang (era pembangunan),
memungkinkan kita untuk melihatnya dalam dua kekutan utama sejarah.
Pertama, beberapa konstituen kunci tidak berpartisipasi dalam memciptakan pertumbuhan dan
produktivitas di eara 1945-1980 (sebagai contoh, jumlah perempuan miskin dan ketidak memiliki
hak terhadap lahan dipedesaan)., itulah boleh dikatakan pertumbuhan terjadi secara eklusif.
Kedua, catatan tentang miskinnya partisipasi di pasar yg berhasil paska tahun 1980 adalah terbatas
denganketidak hadirannya redistribusi. Pertumbuhan akibat kendali pasar berlangsung secara
marginal. Seratus Negara totalnya sekitar 1,6 milyar penduduk, mengalami penurunan kondisi
ekonominya, hamper separuh dari merekan memperoleh pendapatan perkapitanya lebih rendan
dari yang diperoleh pada tahun 1970an. Gambaran tersebut hanya dapat dipahami secara
mendalam bila dilihat melalui adanya polarisasi pertumbuhan ekonomi global secra menyuluruh.
Bedasarkan UNDP, antara tahun 1960-1991, sumbangsih (share) 20 persen orang-orang kaya
terhadapan pendapatan global prosentasinya meningkat dari 70% menjadi 85%. Sementara
penduduk miskin turun dari 2,3% menjadi 1,4 %. Diantara Negara-negara, rasio peran (share) orang
kaya terhadap simiskin meningkat 30 banding 1 menjadi 61 banding 1. Masalahnya adalah polarisasi
proporsi global menunjukan laju penduduk yang berpendapatan rendah tumbuh, dan sejak tahun
1980 pertumbuhan tersebut cukup nyata. Pola peningkatan polarisasi seperti ini sama halnya terjadi
pada sekala lainya. Pada sekala suatu Negara, pengaruh region pusat Nampak terhadap wilayah
sekitarnya. Wilayah perkotaan mengalami peningkatan yang berbeda antara tetangga simiskin dan
sikaya. Kota-kota dunia khususnya dikatakan sebagai pasar polarisasi ekonomi yang dikecualikan
diantara penduduknya. Dan ditingkat individu, seperti Bill Gate memiliki kekayaan $100 milyar pada
pasar saham tertinggi dalam share teknologi (1 april, 1999), dimana lebih tinggi dari jumlah GDP
semua negara kecuali 18 negara kaya (Cohen and Kennedy 2000).

Apa yang membuat jelas bagi kita hal ini sebagai pengaruh globalisasi? Pertama, pada sebahagian
besar tingkatan, dapat dikatakan bahwa capital kini telah nampak secara spasial. Pada abad setelah
tahun 1970an, struktur demokrasi baru terbangun, negara-negara sejahtera, dekolonisasi membuat
dunia menjadi lebih merata kondisinya secara spasial. Mungkin hanya waktu dalam sejarah, strata
ekonomi rendah berhasil menggunakan kekuatan kolektif sebagai pegawai dan consumer, dan
sebagai tentara dan pemilih untuk memperoleh peran yg besar dalam pertumbuhan kesejahteraan.
Pada abad ke duapuluh akhir, menandakan globalisasi sebagi tren yang membalikan sejarah dunia.
Modal telah regain kehilangan kekuatannya. Lurking dibalik retorika politik dari peluang pasar,
kenyataan ekonomi, dan regulasi, itu adalah perlakuan, dan kadang-kadang kenyataan dari
pergerakan perusahaan kearah modal yang lebih bersahabat secara spasial. Diman sebahagian
Negara yang lebih secara alamiah sangat territorial, stuk pada ruang lama pada suatu tempat, modal
dapat mengambil keuntungan penuh dalam space of flow yang baru. Sekaligus perusahan dapat
berperan pada satu Negara dan memaksa yang lainya membayar pajak untuk embangun pabrik
baru, membayar untuk bernegosiasi pada tingkatan regulasi untuk emperoleh bantuan atau subsidi,
dan banyak kegiatan lainya diman secara langsung mempengaruhi keuntungan secara menyeluruh.
Hal ini mengakibatkan modal berpindah ke Negara lain sehingga kehilangan lepangan kerja.
Kembalinya kepercayaan diri akan penguasaan pribadi terhadap kepentingan umum, yang dikenal
dengan neoliberal lawan repolusioner telah jatuh dimana-mana, ditunjukkan dengan bubarnya
komunis ”Perang dunia ke II” (termasuk perubahan ekonomi sekalipun masih tersisa di China).
Tentu pergerakan modal bukan hal baru, sejarah mengenalnya dengan sebutan “toko yg melarikan
diri”, tetapi sekal dan magnitude investasi langsung pihak asing pada tahun 1995 mencapai $230
milyar yang mengalir pertahunnya. Peningkatan ini dijumpai pada berbagai sekal. Secara geografi hal
ini berlangsung melalui ketidak merataan pembangunan, seperti pola wilayah inti dan sekitarnya
pada sekala global dan Negara untuk accentuate ketidak seimbangan yg telah terjadi. Ketidak
merataan globalisasi lebih polarisasi dibanding ketidak seimbangan geografi tradisional. Adanyan
kebijakan politik untuk mengcounter polarisasi adalah korban utaman dari kekuatan modal.
Kebijakan pembangunan regional dan kota seperti upaya untuk merubah ke “inisiatif masyarakat
umum-perorangan” di Negara kaya. Dan kebijakan memberi bantuan sepertinya untuk merubah
kedalam sistim kridit dan membeli kontan di negara miskin. Contoh yang jelas tentang kebijakan
untuk mengembalikan ini lahir dalam bentuk program penyesuaian ulang terstruktur (SAPs), dan
ukuran stabilisasi di negara-negra dunia ketiga.
Ada ironi ganda tentang budaya pandangan dunia globalisasi. Pandangan ini masing-masing
berpaduan dengan internasionalitas cosmopolitan masa lalu yang diekpresi atasnama Persatuan
Bangsa-bangsa, dan melalui pemahaman lingkungan kontemporer dalam konsepnya bumi sebagai
rumah dari suatu kehidupan.
4. Geografi untuk menentang Globalisasi
Dalam hal ini melihat reaksi globalisasi, pada resistensi berbasis ruang terhadapat proses antara
negara dan tempat kosmopolitan dari sutu globalisasi. Hal penting pada pandangan ini adalah
melihat globalisasi melaui lensa geografi politik menghindari tinjauan global sebagai tradisi
kosmopolitan.
Hegemony politik dari neoliberalisasi telah banyak terjadi untuk mempertimbangkan program
dengan kebijakan globalisasi itu sendiri. Hal ini dapat dipahamin tetapi keliru. Globalisasi adalah hasil

dari proses yang lebih luas ketimbang neoliberalisasi. Telah diketahui bahwa teknologi membuat
kita memungkinan melakukan sesuatu, contohnya kita lihat sekarang, dengan teknologi
memungkinkan modal mendominasi ekonomi dunia. Hal ini merupakan kejutan, dimana teknologi
itu sendiri dikembangkan oleh suatu perusahaan tertentu untuk membantu seluruh perusahaan
untuk meningkatkan keuntungannya.
Globalisasi bertepatan dengan meningkatnya konflik di dunia. Sekalipun secara konvensional
diinterpretasikan sebagai peristiwa local yang buruk dan sesungguhnya tidak pernah diharapkan
seperti konflik antara suku Hutu dan Tutsi di Rwanda. Hal ini tidak juga menjelaskan mengapa yang
disaksikan pada tahun 1990an, tidak hanya meletusnya perang sipil, tetapi juga pembersihan etnik
besar-besaran seperti di Yugoslavia dan Rwanda. Banyak kajian yang dilakukan para pengamat
tentang peristiwa konflik paska perang dingin, diantaranya sejarawan Ingris Eric Hobsbawn (1994),
Nancy Fraser (1997) dan Raymond Williams (1976). Telah berlangsung berbagai upaya proses
perdamaian tetapi semuanya gagal dan menjadi berbagai masalah, seperti terus berlangsungnya
konflik Palestina dan Israel, kerawanan antara Irlandia utara dan Inggris, dan konflik di Afrika selatan.
Peristiwa ini mengingatkan kita semua bahwa globalisasi tidak hanya sebagai paket penting
munculnya suatu proses saat ini. Berakhirnya perang dingin pada tahun 1989 kebebasan etnik masuk
kedalam pemahaman politik, baik diantara maupun selama perang dunia kedua. Pada waktu yang
sama perluasan paham politik baru tentang identitas telah menyatukan dengan individu yang
memilih kearah individu kolektif, dibawah pemahaman klas tradisional dan partai politik otodoks.
Kebanyakan dari pergerakan identitas ini beradaptasi terhadap space of flow menggolobalisasi
dikalangan mereka, sebagai contoh munculnya gerakan kaum gay dan kaum feminism. Namun
identitas etnis selalu terikat pada basis lokasi atau ruang. Ketika menjalar menjadi klaim nasional
mereka menyatu dengan menjadi mosaik space of place dunia dimana secara nasional
membutuhkan kampung halaman sendiri. Sealipun ironi globalisasi seperti ini telah berlangsung di
beberapa Negara. Untuk para nasionalis, globalisasi dengan kehomogenan ini secara tren dapat
dilihat jengan njelas. Tetapi kita harus melihatnya buka sebagai konflik keruangan antara
places/tempat versus flow/aliran. Seluruh pengalaman keruangan nasionalis atau bukan saling
mengisi baik tempat maupun aliran. Pada kenyataannya ketahanan tempat selalu tergantung pada
laju aliran yang besar baik aliran barang maupun informasi. Sebuah kasus klasi adalah resistenya
perintah Marcos melawan pengaruh dari organisasi perdagangan Amerika Utara pada petani asli di
Meksiko selatan dimana mengkombinasikan strategi tempat dan aliran. Seperti halnya resisten
militer local mereka telah memobilisasi opini dunia via email. Teknologi ini telah menjadi penting
saat demontrasi anti kapitasisasi di konverensi dunia. Pada tingkatan Negara, Prancis resisten
terhadap Inggris yang bahasanya menjadi bahasa dunia


Daftar Pustaka
1. Geographies of Global Change, Remapping the World, edited by Johnston R.J, Taylor Peter J, Watts
Michael J, 2002 Blackwell Publishing Ltd, USA.
2. Geography.The American Heritage Dictionary/ of the English Language, Fourth Edition. Houghton
Mifflin Company. Retrieved October 9, 2006.
3. Eratosthenes Geography. Princeton University Press. 2010.
4. Geograpfy a Global Synthesis, Haggett Peter, 2001

Comments

Popular posts from this blog

Hutan Pantai , Ekologi, dan Fungsinya

Efek Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Peningkatan Suhu dan Albedo Di Jakarta Selatan

Teknologi GPS Dan Fishfinder Untuk Nelayan Modern