Fenomena Banjir di DKI Jakarta

Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia. Sebagai sebuah kota metropolitan, Jakarta nampaknya masih perlu waktu untuk bisa berbenah. Dari tahun ke tahun pemandangan Jakarta masih diwarnai dengan banjir yang bahkan cakupannya semakin meluas. Banjir sudah menjadi pemandangan yang biasa terjadi di Jakarta, apalagi setelah hujan turun.Banjir di DKI Jakarta adalah salah satu masalah yang belum terpecahkan hingga saat ini. Luas Provinsi DKI Jakarta 661,52 Km2 dengan penduduk 10 juta jiwa merupakan potensial terhadap ancaman banjir. Wilayah ini terletak di dataran rendah dengan ketinggian permukaan tanah 0,5 m – 25 m dpl, di mana kurang lebih empat puluh persennya atau 24.000 Ha dataran rendah yang tingginya 1 hingga 1,5 meter di bawah muka laut pasang yang merupakan daerah rawan banjir seperti yang terlihat gambar 1[1].  Data historis yang terekam, kejadian banjir yang terburuk di DKI Jakarta adalah pada tahun 1996, 2002, dan 2007, banjir tersebut disebabkan oleh terjadinya hujan ekstrem. Pada 2 Pebuari 2007 dengan intensitas rata-rata curah hujan harian 200 mm, terjadi bencana banjir yang sangat besar, di mana area banjirnya diprakirakan mencapai luasan 42.500 Ha atau mengalami penambahan area banjir 26.800 Ha dalam periode sama pada tahun 2002, yang menggenangi Ibukota Negara Indonesia, dan memiliki pola sasaran daerah banjirnya sangat beragam dalam ruang/spasial dan waktu/temporal.[2]
Perubahan tata guna lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) memberikan pengaruh cukup dominan terhadap debit banjir. Fenomena tersebut terjadi di DAS Ciliwung khususnya di bagian hulu yang banyak mengalami perubahan tata guna lahan karena daerah puncak dan bogor sudah banyak menjadi kawasan wisata serta daerah hilir yang di akibatkan oleh tekanan jumlah penduduk yang menyebabkan peningkatan luas area terbangun seperti yang terlihat pada gambar 2[3]. Tingkat pertambahan penduduk yang tinggi ini menimbulkan tekanan pada lingkungan hidup Jakarta yang semakin lama semakin berat. Perpaduan antara kondisi geografis yang rendah dan dialiri oleh banyak sungai, serta kian rusaknya lingkungan hidup akibat tekanan pertumbuhan penduduk, menyebabkan Jakarta kian lama kian rentan terhadap ancaman bencana banjir.
Selain itu secara geomorfologi Dataran Jakarta digolongkan ke dalam dataran aluvial pantai dan sungai. Dataran ini mempunyai bentang alam datar, sungai bermeander, yang sebelumnya merupakan dataran rawa, baik rawa pantai, laguna, ataupun rawa belakang akibat limpasan yang melampaui tanggul alam. Dengan kondisi geomorfologi seperti ini, Jakarta secara alami rawan terhadap banjir dan penggenangan. Kondisi ini semakin parah dengan adanya curah hujan tinggi di pegunungan di selatan Jakarta yang merupakan wilayah hulu sungai-sungai yang mengalir melewati Jakarta dan bermuara di Laut Jawa (Teluk Jakarta). Perubahan morfologi berupa pembentukan tinggian-rendahan yang menyebabkan semakin meluasnya daerah genangan, juga disebabkan faktor-faktor lain seperti konsolidasi tanah alami, kemungkinan kegiatan neotektonik, diantaranya gempa bumi, naiknya muka air laut, serta faktor antropogenik, yaitu campur tangan manusia, terutama pembangunan bangunan bertingkat, pembendungan, penggalian dan pengambilan air tanah.



[1] Buku “Mengapa Jakarta Banjir”.2010
[2] Mangapul P.Tambunan.”Keragaman Ruang Banjir Jakarta Pada Februari 2007”.2009
[3] Djakapermana. 2008

Comments

Popular posts from this blog

Hutan Pantai , Ekologi, dan Fungsinya

Efek Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Peningkatan Suhu dan Albedo Di Jakarta Selatan

Teknologi GPS Dan Fishfinder Untuk Nelayan Modern